Senin, 03 Oktober 2016

asas tunggal pancasila

KATA PENGANTAR
Assalamua’alaikum wr.wb…
Marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas karunia-Nya makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah yang berjudul “Asas Tunggal Pancasila” ini khusus disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila 2.
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama tim Dosen mata kuliah Pncasila 2 yang telah memberikan tugas dan masukannya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan atau belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan makalah ini.
Sekian.                                                    
Wassalamu’alaikum wr.wb…
                                                                        Semarang,  03 April 2016
Penulis



DAFTAR ISI
Halaman Judul ………………………………………………….....…......    i
Kata Pengantar ……………………………………………………....…...   1
Daftar Isi ………………………………………………....…………...…     2
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………...........     3
A.     Latar Belakang ……………………………………...........................     3
B.     Rumusan Masalah …………………………………...........................     4
C.     Tujuan Penulisan…………………………………………………….. 4
BAB II PEMBAHASAN ……………………………….……………....    5
A.    Asas Tunggal Pancasila.……….…………………..............................     5
B.     Kedudukan Asas Tunggal Pancasila masa orde baru…………………….......…………………………..…………........  5
C.     Situasi Politik pada saat berlakunya Asas Tungal Pancasila…………………………..……………..…….…..…..............  7
D.    Pelaksanaan Asas Tunggal Pancasila.. ……….…..………..…………10
E.     5 Paket Undang-Undang……………………………………………..12
BAB III PENUTUP
Simpulan………. …...…………………………………….……………..     16
Daftar Pustaka ……………………..……………....…………………..…   17

BAB I
 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam sejarah kehidupan bangsa Indonesia tidak asing dengar istilah masa Orde Lama, Orde Baru dan orde reformasi. Orde Lama identik dengan kepemimpinan Soekarno, Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Sedangkan, masa reformasi yaitu masa sekarang ini masa globalisasi dengan segala unsur kebudayaan yang bebas keluar masuk suatu negara.
Pancasila yang menjadi dasar ideologi negara dan sebagai pemersatu bangsa Indonesia sudah tentu mempunyai peranan penting dalam perjalanan bangsa ini, pada hakikatnya keputusan tentang pancasila juga harus sudah final dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Dalam dunia perpolitikan Indonesia, Pancasila telah mengalami masa yang suram dimana dia hanya dipergunakan sebagai alat politik untuk melanggengkan kekuasan yaitu pada masa orde baru, hal itulah yang menyebabkan banyak partai politik yang berasaskan selain pancasila merasa resah dengan adanya rancangan tentang RUU partai politik yang menyertakan pembahasan asas tunggal pancasila dan seandainya saja bangsa Indonesia benar-benar meresapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, tentunya degradasi moral, kebiadaban masyarakat dan perpecahan yang mengatasnamakan isu-isu SARA dapat diminimalisir.
Asas tunggal Pancasila yang dimaksudkan disini adalah satu asas tunggal dimana semua partai-partai yang berada di Indonesia harus menggunakan Pancasila sebagai dasar ideologi mereka, hal ini dapat diartikan bahwa partai-partai politik di Indonesia yang menggunakan asas selain pancasila harus menganti ideologi mereka dengan ideologi Pancasila atau dengan kata lain partai yang menggunakan asas selain Pancasila harus ditiadadakan atau tidak diperbolehkan.
Kekuasaan awal Orde Baru sanggup memberikan doktrin baru kepada masyarakat bahwa setiap bentuk kudeta atas pemerintahan yang sah dengan mencoba mengganti ideologi Pancasila adalah salah dan harus ditumpas sampai ke akar-akarnya. Tampaknya ‘propaganda’ itu berhasil, sehingga tampak jelas ketika rentang Oktober 1965 sampai awal 1966, terjadi peristiwa kekerasan massal yang luar biasa dasyatnya, yaitu ‘pembantaian’ orang-orang yang dicurigai berafiliasi terhadap komunis.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagamana latar belakang adanya asas tunggal Pancasila?
2.      Bagaimana kedudukan asas tunggal Pancasila pada masa orde baru?
3.      Bagaimanakah situasi dan kondisi politik?
4.      Bagaimanakah pelaksanaan asas tunggal Pancasila?
5.      Apa saja isi dari 5 paket Undang-Undang?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Pancasila sebagai dasar Negara.
2.      Untuk mengetahui Asas Tunggal Pancasila.
3.       Untuk mengetahui bentuk dampak kebijakan pemerintah terkait asas tunggal Pancasila di masa Orde Baru.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Asas Tunggal Pancasila
         Asas tunggal Pancasila yang dimaksudkan disini adalah satu asas tunggal dimana semua partai-partai yang berada di Indonesia harus menggunakan Pancasila sebagai dasar ideologi mereka, hal ini dapat diartikan bahwa partai-partai politik di Indonesia yang menggunakan asas selain pancasila harus menganti ideologi mereka dengan ideologi Pancasila atau dengan kata lain partai yang menggunakan asas selain Pancasila harus ditiadadakan atau tidak diperbolehkan
Asas Tunggal Pancasila adalah penyeragaman dalam bidang ideologi yang dilakukan pemerintah Orba. Anggapan dasar Orba bahwa perbedaan ideologi adalah sumber perpecahan Bangsa. Asas Tunggal Pancasila dimaksudkan agar stabilitas politik dan keamanan nasional sebagai faktor terpenting bagi pembangunan nasional dapat terwujud. Oleh karena itu semua kekuatan sosial-politik dipaksa mengubah dasarnya dengan Pancasila. Tentunya munculnya istilah atau kebijakan Asas Tunggal Pancasila disebabkan situasi politik yang berkembang pada masa Orde Baru.
Pada awal masa Orde Baru, yakni orde yang dipimpin oleh Soeharto, meyakinkan bahwa Orde Baru yang dipimpinnya adalah pewaris sah dan konstitusional dari presiden pertama. Dari khasanah ideologis Sukarno, pemerintah baru ini mengambil Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara dan karena itu merupakan resep yang paling tepat untuk melegitimasi kekuasaannya. Penamaan Orde Baru dimaklumkan sebagai keinginan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat atas munculnya keadaan baru yang lebih baik daripada keadaan lama. Reorientasi ekonomi, politik dan hubungan internasional ditambah stabilitas nasional adalah langkah awal yang ditegakkan oleh Orde Baru.
            
B.     Kedudukan Pancasila Masa Orde Baru
Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur yang telah hidup jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka. Dirumuskan oleh para pendiri bangsa dengan semangat mempersiapkan dasar dari sebuah negara merdeka, Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkanlah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, maka Pancasil dimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar secara resmi menjadi Dasar negara Republik Indonesia. Dengan Pancasila dijadikan Dasar Negara, maka mengandung konsekuensi logis bahwa Pancasila dengan sifat dan hakikat nilainya harus menjadi dasar dari tata penyelenggaraan Negara Indonesia.
Dari awal kemerdekaan, kedudukan Pancasila terus mengalami dinamika. Pada tahun  1949 dengan ditetapkanya UUD RIS, tahun 1950 dengan UUD Sementara, tahun 1959 dengan kembali pada UUD 1945 dengan konsepsi Demokrasi hingga padan tahun 1966 dengan semangat pelaksanaan Pancasila secara murni dan konsekuen oleh rezim yang menyebut dirinya “Orde Baru”. Dinamika dari awal kemerdekaan hingga pada tahun 1966an dianggap Pancasila tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen, terutama di tahun 1959 dengan Demokrasi Terpimpinnya. Terlebih pada periode 1959 – 1965 terdapat upaya menggabungkan Pancasila dengan Ideologi yang secara jelas berlawanan dengannya hingga berujung pada pembrontakan G30S/PKI.
Berpijak dari pandangan ketidakmurnian dan ketidakkonsekuenan pelaksanaan Pancasila sebelum tahun 1966, rezim Orde Baru pimpinan Jendral Soeharto yang menggantikan rezim Orde Lama pimpinan Ir. Soekarno berjalan dengan semangat pelaksanaan Pancasila yang murni dan konsekuen. Dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang banyak dikeluarkan oleh rezim Orde Baru berkaitan dengan pelaksanaan Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara, sebaga ideologi, sebagai pandangan hidup, sebagai pedoman di masyarakat benar-benar diupayakan sekuat tenaga oleh rezim Orde Baru. Ekaprasetia Panca Karsa (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4) dan Asas Tunggal Pancasila merupakan contoh dari kebijakan Orde Baru berkaitan dengan pelaksanaan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Kebijakan Ekaprasetia Panca Karsa terdapat dalam Tap MPR No.II/MPR/1978, dimana dijelaskan pada pasal satu “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan  Pancasila ini tidak merupakan tafsir Pancasila sebagai Dasar Negara, dan juga tidak dimaksud menafsirkan Pancasila Dasar Negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Batang Tubuh dan Penjelasannya”. Kemudian pada pasal dua “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ini merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warganegara Indonesia, setiap penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat dan utuh”. Hal ini menjelaskan bahwa rezim Orde Baru berusaha memberikan pedoman bagi masyarakat untuk melaksanakan Pancasila. Akan tetapi, perlu dicermati keadaanya berbeda pada selanjutnya.
Sebagai sebuah dasar negara dengan konsekuensi logisnya, rezim Orde Baru mempertegas kedudukan Pancasila, berkaitan dengan  pertai politik dan organisasi masyarakat. Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No 8/1985 dan Undang-Undang No 3/1985, dimana menyatakan bahwa Partai Politik dan Golongan Karya serta Organisasi Masyarakat harus berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Asas yang dimaksud disini adalah asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbagsa dan bernegara.
Dengan kenyataan-kenyataan di atas membuktikan bahwa rezim Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai dasar, asas, dan ideologi yang wajib dilaksanakan secara murni dan konsekuen oleh bangsa Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi logis bangsa Indonesia setelah menetapkan Pancasila melalui penetapan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara.
Semangat pelakasanaan Pancasila secara murni dan konsekuen yang dikibarkan oleh rezim Orde Baru ternyata dalam perjalanannya memunculkan sebuah istilah “hegemoni”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hegemoni berarti pengaruh kepemimpinan, dominasi, atau kekuasaan dan sejenisnya. Kaitannya dengan Pancasila, dalam perjalanan rezim Orde Baru, pemimpin memberikan pengaruh atau dominasi dengan alat ideologi Pancasila guna mempertahankan kekuasaanya.
C.    Situasi Politik Saat Berlakunya Asas Tunggal Pancasila
Dengan kebijakan pemerintah Orde Baru berupa Asas Tunggal Pancasila menuai berbagai reaksi yang mewanai situasi politik pada masa itu. Berbagai situasi politik pada masa itu dapat dilihat sebagai berikut.
Pada 6 November 1982, lima organisasi yang mewakili lima agama (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha) mengeluarkan pernyataan bersama untuk tetap mempertahankan asas keagamaan masing-masing, dan tidak setuju terhadap rencana pemberlakukan asas tunggal. Namun demikian, mereka akan membuat umat menjadi orang yang beragama dan Pancasilais. Khusus umat Islam, reaksi yang terkadi sangat bervariasi dalam mensikapi gagasan asas tunggal ini. Tidak sedikit tokoh Islam yang menolak penunggalan asas tersebut. Reaksi paling keras datang dari Islam modernis radikal seperti Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII).
Kebijakan Orde Baru berupa asas tunggal ini akhirnya menciptakan ketegangan hubungan antara masyarakat dengan pemerintah, khususnya antara elemen umat Islam dengan pemerintah. Bahkan rezim Orba sengaja menempatkan Islam sebagai ancaman dengan dalih anti-Pancasila. Sebutan ‘ekstrem kanan’ digunakan untuk kalangan Islam yang menyuarakan kewajiban penerapan syariat Islam. Sejumlah operasi intelijen dan militer dilakukan untuk memberangus kalangan Islam yang bersuara kritis. Tragedi berdarah seperti peristiwa kerusuhan Lapangan Banteng di tahun 1982, Tanjung Priok 1984, Talangsari di Lampung 1989, Haur Koneng di Majalengka 1993 adalah harga pemaksaan Pancasila sebagai asas tunggal dengan umat Islam sebagai tumbalnya.
Sikap reaksioner kelompok Islam dalam merespon asas tunggal Pancasila paling menyolok tergambar dalam peristiwa Tanjung Priok. Peristiwa ini diawali dengan serangkaian pidato dan khutbah yang menyerang berbagai kebijakan-kebijakan diskriminatif rezim Orde Baru terutama tentang asas tunggal Pancasila. Sikap sebagian umat Islam tersebut ditanggapi dengan penindasan represif fisik oleh rezim Orde Baru. Dan peristiwa berdarahpun terjadi. Peristiwa ini dikenal dengan “Peristiwa Tanjung Priok”. Amir Biki tokoh penting kelompok ini, beserta kelompok aktivis lainya terbunuh ditangan pasukan Jenderal L.B. Moerdani dan Tri Soetrisno yang pada waktu dituding bertanggungjawab atas insiden itu. Kalangan Islam berpendapat bahwa jumlah korban yang mati terbunuh akan jauh berkurag jika ABRI tidak menggunakan cara-cara keras dalam menangani kasus tersebut. Barangkali inilah peristiwa yang paling berdarah yang terjadi selama umat Islam berada dibawah rezim Orde Baru, setelah peristiwa itu banyak para ulama dan pemimpin Islam yang ditangkap militer.
Dengan berlakunya asas tunggal Pancasila, maka PPP sebagai satu-satunya partai yang berasaskan Islam harus menghapus asas Islam dan menggantinya dengan asas Pancasila. Ini berarti bahwa perjuangan dan perjalanan Politik Islam Indonesia melalui jalur politik praktis mengalami kekalahan terbesar dalam lintasan sejarah politik Islam Indonesia. Ternyata berbagai kebijakan-kebijakan rezim Orde Baru terhadap politik Islam yang berakhir dengan pemberlakuan asas tunggal Pancasila tersebut memberikan implikasi yang sangat besar terhadap perjuangan politik Islam kedepan. Setelah tidak berhasil dengan strategi Islamisasi negara demi masyarakat, karena ditekan habis oleh rezim Orde Baru, pada kahir 1970-an muncul satu generasi Islam dengan mutu intelektualitas yang lebih baik, dengan pemikiran-pemikiran yang lebih modern. Mereka melontarkan gagasan-gagasan yang berbeda dengan pendahulu-pendahulu mereka.
Kondisi sosiologis pasca penetapan asas tunggal Pancasila, sudah tidak memungkinkan lagi untuk menerapkan strategi Islamisasi negara demi masyarakat dengan bertindak sebagai oposan bagi rezim Orde Baru. Oleh karena itu para pemikir dan aktivis muda Islam mulai berfikir mencari jalan terbaik supaya umat Islam dapat melepaskan citra buruk yang telah melekat dalam tubuh Islam.
Strategi politik Islam yang paling menonjol pasca penetapan asas tunggal Pancasila adalah para pemikir dan aktivis Islam mulai mencoba bersikap akomodatif terhadap rezim Orde Baru. Apalagi setelah tidak lagi organisasi politik maupun ormas Islam yang menggunakan Islam sebagai dasar ideologi. Sehingga rezim Orde Baru memandang bahwa dengan diterimanya asas tunggal Pancasila bagi organisasi politik maupun organisasi massa Islam, maka hilang sudah kekhawatiran “Islam Phobia”, karena selama ini yang dikhawatirkan oleh rezim Orde Baru adalah politik Islam bila dibiarkan akan tumbuh dan berkembang dan berusaha mendirikan negara Islam.
Agar politik Islam tetap eksis dalam sejarah perpolitikan di Indonesia, maka strategi yang dipilih adalah dengan mengembangkan politik Islam melalui jalur kultural (budaya) dan penekanan upaya membangun kapasitas politik masyarakat melalui strategi Islamisasi masyarakat dalam negara nasional.
Kemudian kecaman atau reaksi pun muncul dari Kelompok lima puluh yang terdiri dari para purnawirawan ABRI yang terkemuka, mantan para pemimpin partai dan akademisi (disebut ‘Petisi 50’). Dimana ‘Petisi 50’ tersebut menyerang Soeharto dalam suatu pernyataan keprihatinan’ terbuka yang dikirim ke DPR. Pernyataan itu menuduh bahwa Soeharto telah memakai ‘alasan’ ancaman terhadap Pancasila untuk tujuan-tujuan politiknya sendiri. Petisi 50 menganggap bahwa Pancasila tidak pernah dimaksudkan untuk dipakai sebagai ancaman politik terhadap mereka yang dianggap sebagai lawan-lawan politik. Pernyataan ini mengecam Soeharto, karena mencoba mem-personifikasi-kan Pancasila sehingga tiap desas-desus tentang dia akan dianggap sebagai sikap anti-Pancasila. Reaksi tersebut berakibat pada di back-list-nya mereka oleh pemerintah, dan banyak dari mereka ditangkapi, dipecat dan dilarang ke luar negeri. Tapi, ikhtiar ini telah memicu bangkitnya perlawanan atas pemerintah Orde Baru, terutama fraksi NU dari PPP.
Dikeluarkanya kebijakan Asas Tunggal Pancasila ini juga berdampak pada gerakan kaum muda Muslim terbesar dan paling berpengaruh, yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Keharusan HMI untuk merubah dan menerima Asas Pancasila berakibat fatal, karena menyebabkan HMI terpecah menjadi dua kubu, yaitu HMI DIPO (Diponegoro, inisial karena bersekretariat di jalan Diponegoro Jakarta dan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi). Yang pada akhirnya, HMI DIPO menerima asas Pancasila – meski setelah reformasi asasnya kembali ke Islam, sedangkan HMI MPO tetap mempertahankan asas Islamnya. Awalnya hanya peristiwa politik yang menyebabkan perpecahan, tetapi kemudian berkembang menjadi perpecahan kelembagaan, yang kemudian masing-masing berjalan dengan sistem penjelas yang dirumuskan, agar tetap survive. HMI DIPO merumuskan dan melakukan penyesuan-penyesuan terhadap pola-pola yang dikembangkan oleh penguasa, sedangkan HMI MPO, harus mengeluarkan energi ekstra untuk merumuskan konsep-konsep, pola-pola dan sistem penjelas organisasi.
D.    Pelaksanaan Asas Tunggal Pancasila
Situasi kondisi yang digambarkan di atas, menjadikan Presiden Orde Baru mulai secara tegas dan keras terhadap setiap ‘kekuatan’ yang tidak mau menerima Pancasila sebagai ideologi. Dan mencanangkan tentang asas tunggal Pancasila yang artinya tidak ada dasar lain selain Pancasila dalam parpol maupun organisasi masyarakat (orma). Hal ini  tercantum pada UU No. 3 tahun 1985 tentang ditetapkannya Pancasila sebagai asas Partai Politik. Tidak lama setelah dikeluarkannya UU No. 3 tahun 1985, Orde Baru kembali mengeluarkan kebijakan mengenai Pancasila sebagai asas tunggal untuk organisasi-organisasi kemasyarakatan melalui UU No. 8 tahun 1985. Organisasi masyarakat diberi waktu dua tahun untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas.
Tanggal 27 Maret dan 16 April 1980, Presiden Suharto mengeluarkan peringatan tersebut melalui pidatonya pada Rapim ABRI di Pekanbaru. Dia mengatakan bahwa sebelum Orde Baru, Pancasila telah diancam oleh ideologi-ideologi lain, seperti Marxisme, Leninisme, komunisme, sosialisme, nasionalisme dan agama. Setiap organisasi di negara ini harus menerima Pancasila sebagai ideologi, sehingga merupakan keharusan bahwa angkatan bersenjata mendukung kelompok-kelompok yang membela dan mengikuti Pancasila. Soeharto, bahkan mengisyaratkan agar ABRI harus mendukung  Golongan Karya (Golkar), sebagai konsekuensi dukungan atas pemerintahan yang membela Pancasila. ABRI dengan demikian harus berdiri di atas politik. Menurut David Jenkis, Soeharto dan kroninya di ABRI merasa bahwa jika militer ‘netral’ dalam pemilu, maka partai Islam (PPP) akan mengalahkan Golkar. Dari pidato-pidato Soeharto, Islam jelas digambarkan sebagai ancaman terhadap Pancasila, karena itu netralitas ABRI sama saja dengan membahayakan Pancasila.
Dalam pidato tahunannya di depan DPR, 16 Agustus 1982, Presiden Soeharto menegaskan lagi bahwa “seluruh kekuatan sosial dan politik harus menyatakan bahwa dasar ideologi mereka satu-satunya adalah Pancasila.” Pernyataan ini makin menegaskan adanya proses hegemoni ideologi, sesuatu yang belum pernah ada dalam sejarah Indonesia sebelumnya, dimana negara mampu menggunakan hegemoni ideologi seefektif yang dilakukan Orde Baru.
Dengan demikian, perjalanan panjang Orde Baru pada dasarnya didasarkan pada keinginan untuk ‘menguatkan’ dan ‘menancapkan’ ideologi Pancasila sebagai satu-satunya ideologi sah negara. Dengan ‘berlindung’ dibalik ideologi Pancasila, Orde Baru yang didukung kino-kinonya (ABRI, Golkar dan Birokrasi) menjadi kekuatan ‘luar’ biasa di negara Indonesia, tanpa dapat disentuh oleh kekuatan manapun. Sebab, setiap kekuatan di luar mainstream ‘negara’ saat itu akan dianggap sebagai merongrong ideologi Pancasila. Setelah ideologi komunisme mampu ditumpas, maka Soeharto masih menganggap ada kekuatan lain yang ‘berbahaya’, yaitu yang datang dari kekuatan Islam.
Ditetapkannya Pancasila sebagai asas tunggal pada perkembangan selanjutnya adalah semakin memperjelas arah kepentingan politik negara dengan menggunakan ideologi Pancasila. Semua organisasi, apapun bentuk dan jenisnya, harus mencantumkan Pancasila sebagai asas dalam anggaran dasarnya.
E.        5 Paket Undang-Undang
Berikut adalah 5 (lima) buah paket Undang-undang (UU) Politik Republik Indonesia :
1.         UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB IV
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
HAKIM KONSTITUSI
Pasal 21
(1) Sebelum memangku jabatannya, hakim konstitusi mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya, yang berbunyi sebagai berikut: Sumpah hakim konstitusi:
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan seluruslurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”
2.         UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.   Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
2.   Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang selanjutnya disebut Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.
3.         UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat, selanjutnya disebut MPR, adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disebut DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 5
(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR. Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagai berikut:
Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya; bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan; bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada bangsa dan negara;
bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia.
4.   UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB VII
PENCALONAN ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI,
DAN DPRD KABUPATEN/KOTA
(f). Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
(g). Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam G30S/PKI, atau organisasi terlarang lainnya;
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
Partai Politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum.
BAB III
ASAS DAN CIRI
Pasal 5
(1) Asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Setiap partai politik dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan kehendak dan cita-citanya yang tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan undang-undang.

BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Asas Tunggal Pancasila adalah penyeragaman dalam bidang ideologi yang dilakukan pemerintah Orba. Anggapan dasar Orba bahwa perbedaan ideologi adalah sumber perpecahan Bangsa. Asas Tunggal Pancasila dimaksudkan agar stabilitas politik dan keamanan nasional sebagai faktor terpenting bagi pembangunan nasional dapat terwujud. Oleh karena itu semua kekuatan sosial-politik dipaksa mengubah dasarnya dengan Pancasila. Tentunya munculnya istilah atau kebijakan Asas Tunggal Pancasila disebabkan situasi politik yang berkembang pada masa Orde Baru. Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur yang telah hidup jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka.
Situasi kondisi yang digambarkan di atas, menjadikan Presiden Orde Baru mulai secara tegas dan keras terhadap setiap ‘kekuatan’ yang tidak mau menerima Pancasila sebagai ideologi. Dan mencanangkan tentang asas tunggal Pancasila yang artinya tidak ada dasar lain selain Pancasila dalam parpol maupun organisasi masyarakat (orma). Hal ini  tercantum pada UU No. 3 tahun 1985 tentang ditetapkannya Pancasila sebagai asas Partai Politik. Tidak lama setelah dikeluarkannya UU No. 3 tahun 1985, Orde Baru kembali mengeluarkan kebijakan mengenai Pancasila sebagai asas tunggal untuk organisasi-organisasi kemasyarakatan melalui UU No. 8 tahun 1985. Organisasi masyarakat diberi waktu dua tahun untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas

2 komentar:

  1. MGM Resorts to Buy Land Based Hospitality in Las Vegas, Nevada
    MGM Resorts International announced Monday it 군포 출장샵 will buy Land-Based 충주 출장마사지 Hospitality 나주 출장샵 in 동두천 출장안마 Las Vegas, Nevada. 대전광역 출장샵 The agreement, which

    BalasHapus