KATA
PENGANTAR
Assalamua’alaikum wr.wb…
Marilah kita panjatkan puji syukur
kepada Allah SWT atas karunia-Nya makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah
yang berjudul “Asas Tunggal Pancasila” ini khusus disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pancasila 2.
kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama tim
Dosen mata kuliah Pncasila 2 yang telah memberikan tugas dan masukannya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat kekurangan atau belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan makalah ini.
Sekian.
Wassalamu’alaikum wr.wb…
Semarang, 03 April 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Judul ………………………………………………….....…...... i
Kata Pengantar ……………………………………………………....…... 1
Daftar Isi ………………………………………………....…………...… 2
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………........... 3
A. Latar Belakang
……………………………………........................... 3
B. Rumusan
Masalah …………………………………........................... 4
C. Tujuan
Penulisan…………………………………………………….. 4
BAB II PEMBAHASAN ……………………………….…………….... 5
A.
Asas Tunggal Pancasila.……….………………….............................. 5
B.
Kedudukan Asas Tunggal Pancasila masa orde baru…………………….......…………………………..…………........ 5
C.
Situasi Politik pada saat berlakunya
Asas Tungal Pancasila…………………………..……………..…….…..….............. 7
D.
Pelaksanaan Asas Tunggal Pancasila.. ……….…..………..…………10
E.
5 Paket Undang-Undang……………………………………………..12
BAB III PENUTUP
Simpulan……….
…...…………………………………….…………….. 16
Daftar Pustaka
……………………..……………....…………………..… 17
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
sejarah kehidupan bangsa Indonesia tidak asing dengar istilah masa Orde Lama,
Orde Baru dan orde reformasi. Orde Lama identik dengan kepemimpinan Soekarno,
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Sedangkan, masa reformasi yaitu masa sekarang ini masa
globalisasi dengan segala unsur kebudayaan yang bebas keluar masuk suatu
negara.
Pancasila yang menjadi dasar
ideologi negara dan sebagai pemersatu bangsa Indonesia sudah tentu mempunyai
peranan penting dalam perjalanan bangsa ini, pada hakikatnya keputusan tentang
pancasila juga harus sudah final dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Dalam
dunia perpolitikan Indonesia, Pancasila telah mengalami masa yang suram dimana
dia hanya dipergunakan sebagai alat politik untuk melanggengkan kekuasan yaitu
pada masa orde baru, hal itulah yang menyebabkan banyak partai politik yang
berasaskan selain pancasila merasa resah dengan adanya rancangan tentang RUU
partai politik yang menyertakan pembahasan asas tunggal pancasila dan seandainya
saja bangsa Indonesia benar-benar meresapkan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila, tentunya degradasi moral, kebiadaban masyarakat dan perpecahan yang
mengatasnamakan isu-isu SARA dapat diminimalisir.
Asas tunggal Pancasila yang
dimaksudkan disini adalah satu asas tunggal dimana semua partai-partai yang
berada di Indonesia harus menggunakan Pancasila sebagai dasar ideologi mereka,
hal ini dapat diartikan bahwa partai-partai politik di Indonesia yang
menggunakan asas selain pancasila harus menganti ideologi mereka dengan
ideologi Pancasila atau dengan kata lain partai yang menggunakan asas selain
Pancasila harus ditiadadakan atau tidak diperbolehkan.
Kekuasaan awal Orde Baru sanggup
memberikan doktrin baru kepada masyarakat bahwa setiap bentuk kudeta atas
pemerintahan yang sah dengan mencoba mengganti ideologi Pancasila adalah salah
dan harus ditumpas sampai ke akar-akarnya. Tampaknya ‘propaganda’ itu berhasil,
sehingga tampak jelas ketika rentang Oktober 1965 sampai awal 1966, terjadi
peristiwa kekerasan massal yang luar biasa dasyatnya, yaitu ‘pembantaian’
orang-orang yang dicurigai berafiliasi terhadap komunis.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagamana
latar belakang adanya asas tunggal Pancasila?
2. Bagaimana
kedudukan asas tunggal Pancasila pada masa orde baru?
3. Bagaimanakah
situasi dan kondisi politik?
4. Bagaimanakah
pelaksanaan asas tunggal Pancasila?
5. Apa
saja isi dari 5 paket Undang-Undang?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui Pancasila sebagai
dasar Negara.
2. Untuk mengetahui Asas Tunggal Pancasila.
3. Untuk mengetahui bentuk dampak kebijakan pemerintah terkait
asas tunggal Pancasila di masa Orde Baru.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Asas Tunggal Pancasila
Asas tunggal Pancasila yang
dimaksudkan disini adalah satu asas tunggal dimana semua partai-partai yang
berada di Indonesia harus menggunakan Pancasila sebagai dasar ideologi mereka,
hal ini dapat diartikan bahwa partai-partai politik di Indonesia yang
menggunakan asas selain pancasila harus menganti ideologi mereka dengan
ideologi Pancasila atau dengan kata lain partai yang menggunakan asas selain
Pancasila harus ditiadadakan atau tidak diperbolehkan
Asas Tunggal Pancasila adalah
penyeragaman dalam bidang ideologi yang dilakukan pemerintah Orba. Anggapan
dasar Orba bahwa perbedaan ideologi adalah sumber perpecahan Bangsa. Asas
Tunggal Pancasila dimaksudkan agar stabilitas politik dan keamanan nasional
sebagai faktor terpenting bagi pembangunan nasional dapat terwujud. Oleh karena
itu semua kekuatan sosial-politik dipaksa mengubah dasarnya dengan Pancasila. Tentunya munculnya istilah atau
kebijakan Asas Tunggal Pancasila disebabkan situasi politik yang berkembang
pada masa Orde Baru.
Pada awal masa Orde Baru, yakni orde yang dipimpin oleh
Soeharto, meyakinkan bahwa Orde Baru yang dipimpinnya adalah pewaris sah dan
konstitusional dari presiden pertama. Dari khasanah ideologis Sukarno,
pemerintah baru ini mengambil Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara dan
karena itu merupakan resep yang paling tepat untuk melegitimasi kekuasaannya. Penamaan Orde Baru dimaklumkan sebagai keinginan untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat atas munculnya keadaan baru yang lebih
baik daripada keadaan lama. Reorientasi ekonomi, politik dan hubungan
internasional ditambah stabilitas nasional adalah langkah awal yang ditegakkan
oleh Orde Baru.
B.
Kedudukan
Pancasila Masa Orde Baru
Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur yang
telah hidup jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka. Dirumuskan oleh para pendiri
bangsa dengan semangat mempersiapkan dasar dari sebuah negara merdeka, Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkanlah Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, maka Pancasil dimana terdapat
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar secara resmi menjadi Dasar negara Republik
Indonesia. Dengan Pancasila dijadikan Dasar Negara, maka mengandung konsekuensi
logis bahwa Pancasila dengan sifat dan hakikat nilainya harus menjadi dasar
dari tata penyelenggaraan Negara Indonesia.
Dari awal kemerdekaan, kedudukan Pancasila terus mengalami
dinamika. Pada tahun 1949 dengan ditetapkanya UUD RIS, tahun 1950 dengan
UUD Sementara, tahun 1959 dengan kembali pada UUD 1945 dengan konsepsi
Demokrasi hingga padan tahun 1966 dengan semangat pelaksanaan Pancasila secara
murni dan konsekuen oleh rezim yang menyebut dirinya “Orde Baru”. Dinamika dari
awal kemerdekaan hingga pada tahun 1966an dianggap Pancasila tidak dilaksanakan
secara murni dan konsekuen, terutama di tahun 1959 dengan Demokrasi
Terpimpinnya. Terlebih pada periode 1959 – 1965 terdapat upaya menggabungkan
Pancasila dengan Ideologi yang secara jelas berlawanan dengannya hingga
berujung pada pembrontakan G30S/PKI.
Berpijak dari pandangan ketidakmurnian dan
ketidakkonsekuenan pelaksanaan Pancasila sebelum tahun 1966, rezim Orde Baru
pimpinan Jendral Soeharto yang menggantikan rezim Orde Lama pimpinan Ir.
Soekarno berjalan dengan semangat pelaksanaan Pancasila yang murni dan
konsekuen. Dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang banyak dikeluarkan oleh
rezim Orde Baru berkaitan dengan pelaksanaan Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara, sebaga ideologi, sebagai
pandangan hidup, sebagai pedoman di masyarakat benar-benar diupayakan sekuat
tenaga oleh rezim Orde Baru. Ekaprasetia Panca Karsa (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila atau P4) dan Asas Tunggal Pancasila merupakan contoh dari
kebijakan Orde Baru berkaitan dengan pelaksanaan Pancasila secara murni dan
konsekuen.
Kebijakan Ekaprasetia Panca Karsa terdapat dalam Tap MPR
No.II/MPR/1978, dimana dijelaskan pada pasal satu “Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila ini tidak merupakan tafsir Pancasila sebagai Dasar
Negara, dan juga tidak dimaksud menafsirkan Pancasila Dasar Negara sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Batang Tubuh dan
Penjelasannya”. Kemudian pada pasal dua “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila ini merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warganegara Indonesia, setiap
penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat
dan utuh”. Hal ini menjelaskan bahwa rezim Orde Baru berusaha memberikan
pedoman bagi masyarakat untuk melaksanakan Pancasila. Akan tetapi, perlu
dicermati keadaanya berbeda pada selanjutnya.
Sebagai sebuah dasar negara dengan konsekuensi logisnya,
rezim Orde Baru mempertegas kedudukan Pancasila, berkaitan dengan pertai
politik dan organisasi masyarakat. Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No
8/1985 dan Undang-Undang No 3/1985, dimana menyatakan bahwa Partai Politik dan
Golongan Karya serta Organisasi Masyarakat harus berasaskan Pancasila sebagai
satu-satunya asas. Asas yang dimaksud disini adalah asas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbagsa dan bernegara.
Dengan kenyataan-kenyataan di atas membuktikan bahwa rezim
Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai dasar, asas, dan ideologi yang wajib
dilaksanakan secara murni dan konsekuen oleh bangsa Indonesia. Hal ini sebagai
konsekuensi logis bangsa Indonesia setelah menetapkan Pancasila melalui
penetapan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara.
Semangat pelakasanaan Pancasila secara murni dan konsekuen
yang dikibarkan oleh rezim Orde Baru ternyata dalam perjalanannya memunculkan
sebuah istilah “hegemoni”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hegemoni berarti
pengaruh kepemimpinan, dominasi, atau kekuasaan dan sejenisnya. Kaitannya
dengan Pancasila, dalam perjalanan rezim Orde Baru, pemimpin memberikan
pengaruh atau dominasi dengan alat ideologi Pancasila guna mempertahankan
kekuasaanya.
C.
Situasi
Politik Saat Berlakunya Asas Tunggal Pancasila
Dengan kebijakan pemerintah Orde
Baru berupa Asas Tunggal Pancasila menuai berbagai reaksi yang mewanai situasi
politik pada masa itu. Berbagai situasi politik pada masa itu dapat dilihat
sebagai berikut.
Pada 6 November 1982, lima
organisasi yang mewakili lima agama (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan
Budha) mengeluarkan pernyataan bersama untuk tetap mempertahankan asas
keagamaan masing-masing, dan tidak setuju terhadap rencana pemberlakukan asas
tunggal. Namun demikian, mereka akan membuat umat menjadi orang yang beragama
dan Pancasilais. Khusus umat Islam, reaksi yang terkadi sangat bervariasi dalam
mensikapi gagasan asas tunggal ini. Tidak sedikit tokoh Islam yang menolak
penunggalan asas tersebut. Reaksi paling keras datang dari Islam modernis
radikal seperti Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII).
Kebijakan Orde Baru berupa asas
tunggal ini akhirnya menciptakan ketegangan hubungan antara masyarakat dengan
pemerintah, khususnya antara elemen umat Islam dengan pemerintah. Bahkan rezim
Orba sengaja menempatkan Islam sebagai ancaman dengan dalih anti-Pancasila.
Sebutan ‘ekstrem kanan’ digunakan untuk kalangan Islam yang menyuarakan
kewajiban penerapan syariat Islam. Sejumlah operasi intelijen dan militer
dilakukan untuk memberangus kalangan Islam yang bersuara kritis. Tragedi
berdarah seperti peristiwa kerusuhan Lapangan Banteng di tahun 1982, Tanjung
Priok 1984, Talangsari di Lampung 1989, Haur Koneng di Majalengka 1993 adalah
harga pemaksaan Pancasila sebagai asas tunggal dengan umat Islam sebagai
tumbalnya.
Sikap reaksioner kelompok Islam
dalam merespon asas tunggal Pancasila paling menyolok tergambar dalam peristiwa
Tanjung Priok. Peristiwa ini diawali dengan serangkaian pidato dan khutbah yang
menyerang berbagai kebijakan-kebijakan diskriminatif rezim Orde Baru terutama
tentang asas tunggal Pancasila. Sikap sebagian umat Islam tersebut ditanggapi
dengan penindasan represif fisik oleh rezim Orde Baru. Dan peristiwa
berdarahpun terjadi. Peristiwa ini dikenal dengan “Peristiwa Tanjung Priok”.
Amir Biki tokoh penting kelompok ini, beserta kelompok aktivis lainya terbunuh
ditangan pasukan Jenderal L.B. Moerdani dan Tri Soetrisno yang pada waktu
dituding bertanggungjawab atas insiden itu. Kalangan Islam berpendapat bahwa
jumlah korban yang mati terbunuh akan jauh berkurag jika ABRI tidak menggunakan
cara-cara keras dalam menangani kasus tersebut. Barangkali inilah peristiwa
yang paling berdarah yang terjadi selama umat Islam berada dibawah rezim Orde
Baru, setelah peristiwa itu banyak para ulama dan pemimpin Islam yang ditangkap
militer.
Dengan berlakunya asas tunggal
Pancasila, maka PPP sebagai satu-satunya partai yang berasaskan Islam harus
menghapus asas Islam dan menggantinya dengan asas Pancasila. Ini berarti bahwa
perjuangan dan perjalanan Politik Islam Indonesia melalui jalur politik praktis
mengalami kekalahan terbesar dalam lintasan sejarah politik Islam Indonesia.
Ternyata berbagai kebijakan-kebijakan rezim Orde Baru terhadap politik Islam
yang berakhir dengan pemberlakuan asas tunggal Pancasila tersebut memberikan
implikasi yang sangat besar terhadap perjuangan politik Islam kedepan. Setelah
tidak berhasil dengan strategi Islamisasi negara demi masyarakat, karena
ditekan habis oleh rezim Orde Baru, pada kahir 1970-an muncul satu generasi
Islam dengan mutu intelektualitas yang lebih baik, dengan pemikiran-pemikiran
yang lebih modern. Mereka melontarkan gagasan-gagasan yang berbeda dengan
pendahulu-pendahulu mereka.
Kondisi sosiologis pasca penetapan
asas tunggal Pancasila, sudah tidak memungkinkan lagi untuk menerapkan strategi
Islamisasi negara demi masyarakat dengan bertindak sebagai oposan bagi rezim
Orde Baru. Oleh karena itu para pemikir dan aktivis muda Islam mulai berfikir
mencari jalan terbaik supaya umat Islam dapat melepaskan citra buruk yang telah
melekat dalam tubuh Islam.
Strategi politik Islam yang paling
menonjol pasca penetapan asas tunggal Pancasila adalah para pemikir dan aktivis
Islam mulai mencoba bersikap akomodatif terhadap rezim Orde Baru. Apalagi
setelah tidak lagi organisasi politik maupun ormas Islam yang menggunakan Islam
sebagai dasar ideologi. Sehingga rezim Orde Baru memandang bahwa dengan
diterimanya asas tunggal Pancasila bagi organisasi politik maupun organisasi
massa Islam, maka hilang sudah kekhawatiran “Islam Phobia”, karena
selama ini yang dikhawatirkan oleh rezim Orde Baru adalah politik Islam bila
dibiarkan akan tumbuh dan berkembang dan berusaha mendirikan negara Islam.
Agar politik Islam tetap eksis dalam
sejarah perpolitikan di Indonesia, maka strategi yang dipilih adalah dengan
mengembangkan politik Islam melalui jalur kultural (budaya) dan penekanan upaya
membangun kapasitas politik masyarakat melalui strategi Islamisasi masyarakat
dalam negara nasional.
Kemudian kecaman atau reaksi pun muncul
dari Kelompok lima puluh yang terdiri dari para purnawirawan ABRI yang
terkemuka, mantan para pemimpin partai dan akademisi (disebut ‘Petisi 50’).
Dimana ‘Petisi 50’ tersebut menyerang Soeharto dalam suatu pernyataan
keprihatinan’ terbuka yang dikirim ke DPR. Pernyataan itu menuduh bahwa
Soeharto telah memakai ‘alasan’ ancaman terhadap Pancasila untuk tujuan-tujuan
politiknya sendiri. Petisi 50 menganggap bahwa Pancasila tidak pernah
dimaksudkan untuk dipakai sebagai ancaman politik terhadap mereka yang dianggap
sebagai lawan-lawan politik. Pernyataan ini mengecam Soeharto, karena mencoba
mem-personifikasi-kan Pancasila sehingga tiap desas-desus tentang dia
akan dianggap sebagai sikap anti-Pancasila. Reaksi
tersebut berakibat pada di back-list-nya mereka oleh pemerintah, dan
banyak dari mereka ditangkapi, dipecat dan dilarang ke luar negeri. Tapi,
ikhtiar ini telah memicu bangkitnya perlawanan atas pemerintah Orde Baru,
terutama fraksi NU dari PPP.
Dikeluarkanya kebijakan Asas Tunggal
Pancasila ini juga berdampak pada gerakan kaum muda Muslim terbesar dan paling
berpengaruh, yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Keharusan HMI untuk merubah
dan menerima Asas Pancasila berakibat fatal, karena menyebabkan HMI terpecah
menjadi dua kubu, yaitu HMI DIPO (Diponegoro, inisial karena bersekretariat di
jalan Diponegoro Jakarta dan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi). Yang pada
akhirnya, HMI DIPO menerima asas Pancasila – meski setelah reformasi asasnya
kembali ke Islam, sedangkan HMI MPO tetap mempertahankan asas Islamnya. Awalnya
hanya peristiwa politik yang menyebabkan perpecahan, tetapi kemudian berkembang
menjadi perpecahan kelembagaan, yang kemudian masing-masing berjalan dengan
sistem penjelas yang dirumuskan, agar tetap survive. HMI DIPO merumuskan dan
melakukan penyesuan-penyesuan terhadap pola-pola yang dikembangkan oleh
penguasa, sedangkan HMI MPO, harus mengeluarkan energi ekstra untuk merumuskan
konsep-konsep, pola-pola dan sistem penjelas organisasi.
D.
Pelaksanaan
Asas Tunggal Pancasila
Situasi kondisi yang digambarkan di atas, menjadikan
Presiden Orde Baru mulai secara tegas dan keras terhadap setiap ‘kekuatan’ yang
tidak mau menerima Pancasila sebagai ideologi. Dan mencanangkan tentang asas
tunggal Pancasila yang artinya tidak ada dasar lain selain Pancasila dalam
parpol maupun organisasi masyarakat (orma). Hal ini tercantum pada UU No.
3 tahun 1985 tentang ditetapkannya Pancasila sebagai asas Partai Politik. Tidak
lama setelah dikeluarkannya UU No. 3 tahun 1985, Orde Baru kembali mengeluarkan
kebijakan mengenai Pancasila sebagai asas tunggal untuk organisasi-organisasi
kemasyarakatan melalui UU No. 8 tahun 1985. Organisasi masyarakat diberi waktu
dua tahun untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas.
Tanggal 27 Maret dan 16 April 1980, Presiden Suharto
mengeluarkan peringatan tersebut melalui pidatonya pada Rapim ABRI di
Pekanbaru. Dia mengatakan bahwa sebelum Orde Baru, Pancasila telah diancam oleh
ideologi-ideologi lain, seperti Marxisme, Leninisme, komunisme, sosialisme,
nasionalisme dan agama. Setiap organisasi di negara ini harus menerima
Pancasila sebagai ideologi, sehingga merupakan keharusan bahwa angkatan
bersenjata mendukung kelompok-kelompok yang membela dan mengikuti Pancasila.
Soeharto, bahkan mengisyaratkan agar ABRI harus mendukung Golongan Karya
(Golkar), sebagai konsekuensi dukungan atas pemerintahan yang membela
Pancasila. ABRI dengan demikian harus berdiri di atas politik. Menurut David
Jenkis, Soeharto dan kroninya di ABRI merasa bahwa jika militer ‘netral’ dalam
pemilu, maka partai Islam (PPP) akan mengalahkan Golkar. Dari pidato-pidato
Soeharto, Islam jelas digambarkan sebagai ancaman terhadap Pancasila, karena
itu netralitas ABRI sama saja dengan membahayakan Pancasila.
Dalam pidato tahunannya di depan DPR, 16 Agustus 1982,
Presiden Soeharto menegaskan lagi bahwa “seluruh kekuatan sosial dan politik
harus menyatakan bahwa dasar ideologi mereka satu-satunya adalah Pancasila.”
Pernyataan ini makin menegaskan adanya proses hegemoni ideologi, sesuatu yang
belum pernah ada dalam sejarah Indonesia sebelumnya, dimana negara mampu
menggunakan hegemoni ideologi seefektif yang dilakukan Orde Baru.
Dengan demikian, perjalanan panjang
Orde Baru pada dasarnya didasarkan pada keinginan untuk ‘menguatkan’ dan
‘menancapkan’ ideologi Pancasila sebagai satu-satunya ideologi sah negara.
Dengan ‘berlindung’ dibalik ideologi Pancasila, Orde Baru yang didukung kino-kinonya
(ABRI, Golkar dan Birokrasi) menjadi kekuatan ‘luar’ biasa di negara Indonesia,
tanpa dapat disentuh oleh kekuatan manapun. Sebab, setiap kekuatan di luar mainstream
‘negara’ saat itu akan dianggap sebagai merongrong ideologi Pancasila. Setelah
ideologi komunisme mampu ditumpas, maka Soeharto masih menganggap ada kekuatan
lain yang ‘berbahaya’, yaitu yang datang dari kekuatan Islam.
Ditetapkannya Pancasila sebagai asas tunggal pada
perkembangan selanjutnya adalah semakin memperjelas arah kepentingan politik
negara dengan menggunakan ideologi Pancasila. Semua
organisasi, apapun bentuk dan jenisnya, harus mencantumkan Pancasila sebagai
asas dalam anggaran dasarnya.
E.
5 Paket Undang-Undang
Berikut adalah 5 (lima)
buah paket Undang-undang (UU) Politik Republik Indonesia :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
dengan :
1. Mahkamah Konstitusi
adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB
IV
PENGANGKATAN
DAN PEMBERHENTIAN
HAKIM
KONSTITUSI
Pasal
21
(1) Sebelum memangku jabatannya, hakim
konstitusi mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya, yang berbunyi
sebagai berikut: Sumpah hakim konstitusi:
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya
akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan seluruslurusnya menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada
nusa dan bangsa”
2.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 Tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Umum yang selanjutnya
disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota.
2. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden yang selanjutnya disebut Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah
sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.
3.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang
dimaksud dengan:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat,
selanjutnya disebut MPR, adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Dewan Perwakilan Rakyat,
selanjutnya disebut DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 5
(3) Tata cara
pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Tata Tertib MPR. Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagai berikut:
Demi Allah (Tuhan) saya
bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya
sebagai anggota/ketua/wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya; bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan
menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
peraturan perundang-undangan; bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi
serta berbakti kepada bangsa dan negara;
bahwa
saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah yang saya wakili untuk mewujudkan
tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia.
4.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB VII
PENCALONAN
ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI,
DAN DPRD
KABUPATEN/KOTA
(f). Setia kepada Pancasila sebagai
dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
(g). Bukan bekas anggota organisasi
terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan
orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam G30S/PKI, atau
organisasi terlarang lainnya;
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam undang-undang ini yang
dimaksud dengan:
Partai
Politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara
Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita
untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara
melalui pemilihan umum.
BAB
III
ASAS
DAN CIRI
Pasal
5
(1) Asas partai politik
tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Setiap partai
politik dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan kehendak dan
cita-citanya yang tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan undang-undang.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Asas Tunggal Pancasila adalah penyeragaman dalam bidang
ideologi yang dilakukan pemerintah Orba. Anggapan dasar Orba bahwa perbedaan
ideologi adalah sumber perpecahan Bangsa. Asas Tunggal Pancasila dimaksudkan
agar stabilitas politik dan keamanan nasional sebagai faktor terpenting bagi
pembangunan nasional dapat terwujud. Oleh karena itu semua kekuatan
sosial-politik dipaksa mengubah dasarnya dengan Pancasila. Tentunya munculnya istilah atau
kebijakan Asas Tunggal Pancasila disebabkan situasi politik yang berkembang
pada masa Orde Baru. Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur
yang telah hidup jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka.
Situasi
kondisi yang digambarkan di atas, menjadikan Presiden Orde Baru mulai secara
tegas dan keras terhadap setiap ‘kekuatan’ yang tidak mau menerima Pancasila
sebagai ideologi. Dan mencanangkan tentang asas tunggal Pancasila yang artinya
tidak ada dasar lain selain Pancasila dalam parpol maupun organisasi masyarakat
(orma). Hal ini tercantum pada UU No. 3 tahun 1985 tentang ditetapkannya
Pancasila sebagai asas Partai Politik. Tidak lama setelah dikeluarkannya UU No.
3 tahun 1985, Orde Baru kembali mengeluarkan kebijakan mengenai Pancasila
sebagai asas tunggal untuk organisasi-organisasi kemasyarakatan melalui UU No.
8 tahun 1985. Organisasi masyarakat diberi waktu dua tahun untuk menjadikan
Pancasila sebagai satu-satunya asas
izin copy
BalasHapusMGM Resorts to Buy Land Based Hospitality in Las Vegas, Nevada
BalasHapusMGM Resorts International announced Monday it 군포 출장샵 will buy Land-Based 충주 출장마사지 Hospitality 나주 출장샵 in 동두천 출장안마 Las Vegas, Nevada. 대전광역 출장샵 The agreement, which