Senin, 03 Oktober 2016

BUDAYA ADAT PERKAWINAN TIONG HOA




BUDAYA ADAT PERKAWINAN TIONG HOA




Oleh:
YENI HANIFAH
(3301414024)


2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hirabbil’alamin. Puji syukur atas rahmat dan rahim dari Allah SWT. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah sebagai salah satu tugas mata kuliah Hukum Adat.
Materi dalam makalah yang kami susun bertemakan hukum adat terutama adat perkawinan Tiong Hoa. Dalam makalah kami akan dijelaskan seputar budaya adat perkawinan terutama budaya perkawinan Tiong Hoa. Prosesi Pernikahan Dalam Adat Budaya China, yang saya ambil dari berbagai sumber untuk melengkapi tulisan ini. Yang diharapkan nantinya, kita dapat sedikit mengetahui bagaimana sebenarnya prosesi pernikahan tersebut.
Kami yakin makalah yang kami susun masih banyak kelemahan, untuk itu diharapkan kritik dan saran dari pembaca agar ada perbaikan yang lebih bagus lagi untuk dapat memperbaiki makalah in. Terima kasih.


                                                                                                Semarang, 5 Mei 2015


                                                                                                            Penulis,







BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pernikahan adalah momen yang paling luar biasa dalam kehidupan manusia, dimana saat itu baik pria maupun wanita memutuskan untuk membentuk keluarga sendiri dan menyambung keturunan mereka. Hingga momen tersebut akan dipersiapkan dengan sebaik-baiknya baik dari berbagai aspek. Masyarakat Tionghoa di Indonesia merupakan masyarakat patrilinial yang terdiri atas marga / suku yang tidak terikat secara geometris dan teritorial, yang selanjutnya telah menjadi satu dengan suku-suku lain di Indonesia. Mereka kebanyakan masih membawa dan mempercayai adat leluhurnya.
Dalam budaya China, pernikahan yang akan dilaksanakan wajib harus memperhitungkan hari, jam dan tanggal baik bagi tradisi adat China. Yang diiharapkan nantinya, hari, tanggal dan jam baik tersebut adalah sebagai Do'a, sehingga kedua mempelai bisa menikmati kehidupan pernikahan mereka dengan bahagia sampai akhir hayat mereka.
Dengan banyaknya kebutuhan yang harus dilengkapi dan kekurang pengetahuan akan hal itu, tidak jarang banyak pasangan yang akhirnya menyerahkan kepada orang tua mempelai untuk mempersiapkannya. Pesta pernikahan bukan hanya sebagai simbol sementara, bahwa pasangan telah resmi dalam ikatan. Namun bagi keluarga sepuh yang sangat memperhatikan adat istiadat, mereka menganggap bahwa pernikahan adat China haruslah sakral, bukan hanya untuk kedua pasangan namun juga ikatan antara kedua belah keluarga.

 B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini antara lain:
1.      Apa pengertian dari upacara pernikahan Tiong Hoa?
2.      Bagaimana Tradisi Pernikahan Tionghoa?
3.      Bagaimana perkembangan acara pernikahan orang Tionghoa di Indonesia?
4.      Bagaimana langakah-langkah profesi pernikahan adat Tiong Hoa ?
5.      Apa saja barang-barang seserahan yang biasanya di bawa saat perkawinan adat Tiong Hoa?
6.      Apa sajakah upacara-upacara yang dilaksanakan dalam pernikahan?


C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini antapa lain:
1.      Mengetahui pengertian pernikahan adat Tiong Hoa.
2.      Mengetahui tradisi pernikahan Tiong Hoa.
3.      Mengetahui perkembangan acara pernikahan orang Tionghoa di Indonesia.
4.      Mengetahui langkah-langkah profesi pernikahan adat Tiong Hoa.
5.      Mengetahui barang-barang seserahan adat Tiong Hoa.
6.      Mengetahui upacara-upacara yang dilaksanakan dalam pernikahan





















BAB II
PEMBAHASAN

1.      PENGERTIAN PERNIKAHAN MENURUT ADAT TIONG HOA
Pernikahan adalah momen yang paling luar biasa dalam kehidupan manusia dimana saat itu baik sang pria maupun sang wanita memutuskan untuk membentuk keluarga sendiri dan menyambung keturunan mereka.
Pesta dan upacara pernikahan merupakan saat peralihan sepanjang kehidupan manusia yang sifatnya universal. Oleh karena itu, upacara perkawinan selalu ada pada hampir setiap kebudayaan. Demikian pula halnya dengan adat pernikahan orang Tionghoa.
Upacara pernikahan merupakan adat perkawinan yang didasarkan atas dan bersumber kepada kekerabatan, keleluhuran dan kemanusiaan serta berfungsi melindungi keluarga. Upacara pernikahan tidaklah dilakukan secara seragam di semua tempat, tetapi terdapat berbagai variasi menurut tempat diadakannya; yaitu disesuaikan dengan pandangan mereka pada adat tersebut dan pengaruh adat lainnya pada masa lampau.
Umumnya orang-orang Tionghoa yang bermigrasi ke Indonesia membawa adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Salah satu adat yang seharusnya mereka taati adalah keluarga yang satu marga (shee ) dilarang menikah,karena mereka dianggap masih mempunyai hubungan suku. Misalnya : marga Lie dilarang menikah dengan marga Lie dari keluarga lain, sekalipun tidak saling kenal. Akan tetapi pernikahan dalam satu keluarga sangat diharapkan agar supaya harta tidak jatuh ke orang lain. Misalnya : pernikahan dengan anak bibi (tidak satu marga, tapi masih satu nenek moyang).
Ada beberapa yang sekalipun telah memeluk agama lain, seperti Katolik namun masih menjalankan adat istiadat ini. Sehingga terdapat perbedaan di dalam melihat adat istiadat pernikahan yaitu terutama dipengaruhi oleh adat lain, adat setempat, agama, pengetahuan dan pengalaman mereka masing-masing.
2.      TRADISI PERNIKAHAN TIONG HOA
Kita sering melihat sebuah karakter Tionghoa yang tertera pada kertas merah atau potongan kertas selalu ada pada saat pesta pernikahan. Karakter ini juga biasanya ada tertera di kertas Angpao yang akan diberikan kepada pasangan pengantin baru. Karakter tersebut adalah “Sung Hie” atau “Suang Hi” yang berarti Kebahagiaan Ganda (double joy). Ternyata terdapat asal usul sejarah dibalik penulisan huruf tersebut.
Pada masa Dinasti Tang, terdapat seorang pelajar yang ingin pergi ke Ibukota untuk mengikuti ujian negara, dimana yang menjadi juara satu dapat menempati posisi menteri. Sayangnya, pemuda itu tersebut jatuh sakit di tengah jalan saat melintasi sebuah desa di pegunungan. Untung seorang tabib dan anak perempuannya membawa pemuda itu ke rumah mereka dan merawat sang pelajar. Pemuda tersebut dapat sembuh dengan cepat berkat perawatan dari tabib dan anak perempuannya.
Setelah sembuh, pelajar itu harus meninggalkan tempat tersebut untuk melanjutkan perjalanan ke Ibukota. Namun pelajar itu mengalami kesulitan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada anak perempuan sang tabib, begitu juga sebaliknya. Mereka saling mencintai.
Maka gadis itu menulis sepasang puisi yang hanya sebelah kanan agar pemuda itu melengkapinya, “Pepohonan hijau dibawah langit pada hujan musim semi ketika langit menutupi pepohonan dengan gerhana”.
setelah membaca puisi tersebut, sang pelajar berkata, “Baiklah, saya akan dapat mencapainya meskipun bukan hal yang mudah. Tetapi kamu harus menunggu sampai aku selesai ujian”. Sang gadis mengangguk-angguk. Pada ujian negara, sang pelajar mendapatkan tempat pertama, yang mana sangat dihargai oleh kaisar. Pemuda itu juga bercakap-cakap dan diuji langsung oleh kaisar.
Keberuntungan ternyata pada pihak sang pemuda. Kaisar menyuruh pemuda itu agar membuat sepasang puisi. Sang kaisar menulis: “Bunga-bunga merah mewarnai taman saat angin memburu ketika taman dihiasai warna merah setelah sebuah ciuman”. Pemuda itu langsung menyadari bahwa puisi yang ditulis oleh sang gadis sangat cocok dengan puisi kaisar, maka ia menulis puisi sang gadis sebagai pasangan puisi kaisar.
Kaisar sangat senang melihat bahwa puisi yang ada merupakan sepasang puisi yang harmonis dan serasi sehingga ia menobatkan pemuda itu sebagai menteri di pengadilan dan mengijinkan pemuda itu untuk mengunjungi kampung halamannya sebelum menduduki posisinya. Pemuda itu menjumpai sang gadis dengan gembira dan memberitahu kepada sang gadis puisi dari kaisar. Tidak lama kemudian mereka menikah.
Untuk pesta perayaan pernikahan, sepasang karakter Tionghoa, bahagia, dipasang bersamaan pada selembar kertas merah dan ditempel di dinding untuk menunjukkan kebahagiaan dari dua kejadian yang bersamaan, pernikahan dan pengangkatan sang pemuda.
Sejak saat itu, tulisan “Sung Hie” yang berarti Kebahagiaan Ganda menjadi sebuah tradisi yang dilakukan pada setiap pesta pernikahan.
3.PERKEMBANGAN ACARA PERNIKAHAN ORANG TIONGHOA DI INDONESIA.
Pernikahan orang Tionghoa dimasa sekarang, sudah mengikuti konsep budaya barat, dimana untuk pasangan pengantin tidak wajib lagi dalam memakai baju/gaun berwarna merah.
Di Indonesia sendiri, pernikahan yang berlangsung antara orang Tionghoa dengan orang pribumi (kawin campur) atau pun sesama orang Tionghoa pada umumnya sudah mengikuti konsep budaya luar. Dalam pernikahan, pemakaian baju merah-merah untuk pengantin laki-laki dan gaun untuk pengantin perempuan sudah tidak diwajibkan lagi. Gaun/tata busana sudah menyesuaikan dengan budaya saat ini, yang lebih dominan berwarna putih-putih mengikuti corak pernikahan barat-universal. Adapun pemakaian gaun berwarna merah sekarang hanya dipakai oleh saudara perempuan yang belum menikah (baik dari mempelai laki-laki atau perempuan) saja sebagai pendamping, sebagai tanda turut berbahagia, sementara untuk saudara laki-laki (baik dari mempelai laki-laki atau perempuan) biasanya memakai jas hitam.
4.LANGAKAH-LANGKAH PROFESI PERNIKAHAN ADAT TIONG HOA
Dalam rangkaian adat Tionghoa, Sangjit dilakukan setelah acara lamaran. Hari dan waktu yang baik untuk melakukan Sangjit ini ditetapkan pada saat proses lamaran tersebut. Dalam prakteknya, Sangjit sering ditiadakan atau digabung dengan lamaran. Namun sayang rasanya meniadakan prosesi yang satu ini, karena makna yang terkandung di dalamnya sebenarnya sangat indah.“Secara harfiah, Sangjit dalam bahasa Indonesia berarti proses seserahan. Atau proses kelanjutan lamaran dari pihak mempelai pria dengan membawa persembahan ke pihak mempelai wanita.
Prosesi ini biasanya dihadiri rombongan pria yang terdiri dari keluarga inti dan keluarga besar (saudara dari orang tua, sepupu) atau teman-teman dekat jika dibutuhkan. Sangjit biasanya diadakan antara 1 bulan sampai 1 minggu sebelum acara resepsi pernikahan dan berlangsung siang hari antara jam 11.00 sampai dengan 13.00 WIB dilanjutkan dengan makan siang.
Tata Caranya
Wakil keluarga wanita beserta para penerima seserahan (biasanya anggota keluarga yang telah menikah) menunggu di depan pintu rumah. Dipimpin oleh anggota keluarga yang dituakan, rombongan pria pun datang membawa seserahan ke rumah si wanita. Rombongan ini terdiri dari: wakil keluarga serta para gadis/pemuda yang belum menikah pembawa nampan seserahan. Di beberapa adat, orang tua pria tidak ikut dalam prosesi ini. Seserahan diberikan 1 per 1 secara berurutan, mulai dari seserahan untuk ke-2 orang tua mempelai wanita, lalu untuk mempelai wanita, dan seterusnya.
Barang seserahan yang sudah diterima oleh pihak mempelai wanita dibawa ke dalam kamar untuk diambil sebagian. Dilanjutkan dengan ramah tamah.
Pada akhir kunjungan, barang-barang seserahan yang telah diambil sebagian diserahkan kembali pada para pembawa seserahan. Dan sebagai balasannya, keluarga wanita pun memberikan seserahan pada keluarga pria berupa manisan (seperti permen/coklat) dan berbagai keperluan pria (baju, baju dalam, sapu tangan. Wakil keluarga wanita juga memberikan ang pao ke tiap-tiap pembawa seserahan yang biasanya terdiri dari para gadis/pemuda yang belum menikah tersebut (ang pao diberikan dengan harapan agar enteng jodoh). Jumlahnya variatif, biasanya sekitar Rp. 20.000 – Rp. 50.000.
5.BARANG-BARANG SESERAHAN SANGJIT
Sebelum keluarga calon pengantin pria memutuskan barang apa yang akan dibawa, sebaiknya didiskusikan bersama keluarga si wanita terlebih dahulu. Barang-barang ini tentu saja memiliki makna simbolis yang juga disesuaikan dengan kondisi ekonomi mempelai pria. Setelah ditentukan, barang-barang tersebut diletakkan dalam nampan-nampan yang berjumlah genap, biasanya maksimal berjumlah 12 nampan.
Hal yang menarik saat acara ini adalah bahwa sebagian besar barang-barang seserahan ini sebaiknya sebagian dikembalikan lagi pada keluarga pengantin pria. Karena, bila keluarga wanita mengambil seluruh barang yang ada, artinya mereka menyerahkan pengantin wanita sepenuhnya pada keluarga pria dan tak akan ada hubungan lagi antara si pengantin wanita dan keluarganya. Namun bila keluarga wanita mengembalikan separuh dari barang-barang tersebut ke pihak pria artinya keluarga wanita masih bisa turut campur dalam keluarga pengantin.
Barang-barang seserahan biasanya terdiri dari :
Alat-alat kecantikan dan perhiasan untuk mempelai wanita (kadang-kadang juga sepatu untuk hari H) Pakaian/kain untuk mempelai wanita. Maksudnya adalah segala keperluan sandang si gadis akan dipenuhi oleh si pria.Uang susu (ang pao) dan uang pesta (masing-masing di amplop merah). Pihak mempelai wanita biasanya hanya mengambil uang susu, sedangkan untuk uang pesta hanya diambil jumlah belakangnya saja, sisanya dikembalikan. Contoh uang pesta sebesar: Rp. 1.680.000,- namun yang diambil hanya Rp. 80.000,- Apabila keluarga wanita mengambil seluruh uang pesta, artinya pesta pernikahan tersebut dibiayai keluarga wanita.
Tiga nampan masing-masing berisikan 18 buah (apel, jeruk, pear atau buah yang manis lainnya sebagai lambang kedamaian, kesejahteraan dan rejeki). Pihak mempelai wanita mengambil separuhnya, sisanya dikembalikan.
2 pasang lilin merah yang cukup besar diikat dengan pita merah, sebagai simbol perlindungan untuk menghalau pengaruh negatif. Lilin motif naga dan burung hong lebih disukai. Pihak mempelai wanita mengambil 1 pasang saja. Sepasang kaki babi (jika tidak ada dapat digantikan dengan makanan kaleng) beserta 6 kaleng kacang polong. Pihak mempelai wanita mengambil separuhnya. Satu nampan berisikan kue mangkok berwarna merah sebanyak 18 potong, sebagai lambang kelimpahan dan keberuntungan. Pihak mempelai wanita mengambil separuhnyan. Satu nampan berisikan dua botol arak atau sampanye. Pihak mempelai wanita mengambil semuanya, dan ditukar dengan dua botol sirup merah dan dikembalikan ke pihak mempelai pria.
Seniman kain dan pakar batik Obin ternyata juga seorang tokoh yang sangat concern dan mendalami adat istiadat Tionghoa. Selain barang-barang di atas, menurutnya proses Sangjit ini bisa juga ditambah dengan Kue satu, terbuat dari kacang hijau yang dijual satu-satu, artinya dua kebahagiaan menjadi satu.Kaca, artinya berkaca pada diri sendiri, self conscious-morality.
Uang-uangan dari emas yang di-emboss kata ‘fuk’, yang dalam bahasa Indonesia berarti hoki/untung.
Dua bundel pita berupa huruf Cina yang berarti double happiness, artinya agar happy sampai tua nanti.

Buah-buahan
Buah atep yang disepuh merah, artinya agar tetap langgeng sampai kapan pun.
Buah ceremai, artinya agar rumah tangganya rame, happy, banyak sahabat dan keturunan.
Buah leket, artinya agar nempel dan lengket sampai kapan pun.
Buah atapson dari Kalimantan yang tumbuh di atas atap. Kalau sudah mulai muntah, mual-mual dikasih buah ini untuk memancing kehamilan.
Buah pala, tumbuh tegak lurus dimana pun dia ditanam, artinya kalau lurus, baik-baik saja maka dimana pun dia berada tetap tidak berubah
.
Tunangan : 
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiRVO-5nIgFOfsB99LM5gf9ShglFI1ZJA2sz4t5GBS29bvKYldxlz8c8HqK-_iw4C7EG7bSdiSVo8eiEgNLF9wargQI5Znkk71-dxL6iO0Gxt-lWnZzYNzJlNkdCCAMQokFvV4-iSUMj0/s1600/Prosesi+Pernikahan+Adat+China3.jpg
Pada saat pertunangan ini, kedua keluarga saling memperkenalkan diri dengan panggilan masing-masing.

Penentuan Hari Baik, Bulan Baik
Suku Tionghoa percaya bahwa dalam setiap melaksanakan suatu upacara, harus dilihat hari dan bulannya. Apabila jam, hari dan bulan pernikahan kurang tepat akan dapat mencelakakan kelanggengan pernikahan mereka. Oleh karena itu harus dipilih jam, hari dan bulan yang baik. Biasanya semuanya serba muda yaitu : jam sebelum matahari tegak lurus; hari tergantung perhitungan bulan Tionghoa, dan bulan yang baik adalah bulan naik / menjelang purnama.
Barang yang menjadi hantaran biasanya berupa:
Uang; dalam masyarakat modern biasanya jumlahnya sudah ditentukan bersama contohnya , Rp. 9.999.900 atau pada masa otentik yakni emas dalam kadar angka 9.
- Perhiasan berupa kalung, gelang, anting didalam kotak merah (khusus bagi orang canton, dibuat dalam 4 barang emas 四点金).
- Peralatan sehari – hari (peralatan mandi, peralatan makan, dll),
- Satu set peralatan Tea Pay, Termasuk Lilin Naga & Phoenix 龙凤烛
- Kue Pia atau bolu (dibagikan kepada sanak saudara yang membantu),
- Makanan laut yang sudah dikeringkan (juhi, sirip ikan “yu che”)
- Kacang – kacangan (almond, hijau & merah) atau saat ini diganti dengan kue kacang-kacangan,
- Sepasang kaki babi untuk melambangkan keselamatan,
- Kelapa bulat yang ditempel aksara Chinese berarti ‘Double Happy’,
- Buah – buahan segar (jeruk, apel, anggur dll.)
- Akar teratai “Lian Au”, melambangkan rukunnya tiga generasi; orang tua, anak dan cucu, sedangkan buah teratai kering “Lian Ce”, melambangkan keturunan.
- Permen atau gula batu melambangkan manisnya kehidupan semanis mempelai wanita.
- Brandy
Selain itu juga diberikan angpau/uang sebagai "pengganti" biaya pengantin wanita yang diberikan untuk orang tua mempelai wanita yang hanya disediakan bila pengantin wanita akan ikut dengan pengantin pria setelah menikah nanti.
Dalam pengembaliannya, keluarga wanita menyiapkan 2 (dua) botol syrup untuk diganti dengan brandy. Semua hantaran dihitung dengan jumlah tepak / baki / dulang yang sama dengan yang dihantar sebelumnya ditambah dengan lilin phoenix sepasang. Dan untuk Orang hokkian, diberikan juga pisang sebagai pengembaliannya serta sepatu untuk pengantin pria.
7.      UPACARA-UPACARA YANG DILAKSANAKAN DALAM PERNIKAHAN
Pesta dan upacara pernikahan merupakan saat peralihan sepanjang kehidupan manusia yang sifatnya universal. Oleh karena itu, upacara perkawinan selalu ada pada hampir setiap kebudayaan. Demikian pula halnya dengan adat pernikahan orang Tionghoa yang mempunyai 
upacara-upacara antara lain :
Upacara menjelang pernikahan :
Melamar
Yang memegang peranan penting pada acara ini adalah mak comblang. Mak comblang biasanya dari pihak pria.
Penentuan
Bila keahlian mak comblang berhasil, maka diadakan penentuan bilamana antaran/mas kawin boleh dilaksanakan. 
Upacara pernikahan
7 hari menjelang hari pernikahan diadakan "memajang" keluarga mempelai pria dan famili dekat, mereka berkunjung ke keluarga mempelai wanita. Mereka membawa beberapa perangkat untuk meng-hias kamar pengantin. Hamparan sprei harus dilakukan oleh keluarga pria yang masih lengkap (hidup) dan bahagia. Di atas tempat tidur diletakkan mas kawin. 
Ada upacara makan-makan. Calon mempelai pria dilarang menemui calon mempelai wanita sampai hari H. Malam dimana esok akan diadakan upacara pernikahan, ada upacara "Liauw Tiaa". Upacara ini biasanya dilakukan hanya untuk mengundang teman-teman calon kedua mempelai. Tetapi adakalanya diadakan pesta besar-besaran sampai jauh malam. Pesta ini diadakan di rumah mempelai wanita. Pada malam ini, calon mempelai boleh digoda sepuas-puasnya oleh teman-teman putrinya. Malam ini juga sering dipergunakan untuk kaum muda pria melihat-lihat calonnya (mencari pacar).
Upacara Sembahyang Tuhan ("Cio Tao")
Di pagi hari pada upacara hari pernikahan, diadakan Cio Tao. Namun, adakalanya upacara Sembahyang Tuhan ini diadakan pada tengah malam menjelang pernikahan. 
Upacara Cio Tao ini terdiri dari :
- Penghormatan kepada Tuhan
- Penghormatan kepada Alam
- Penghormatan kepada Leluhur
- Penghormatan kepada Orang tua
- Penghormatan kepada kedua mempelai.
Meja sembahyang berwarna merah 3 tingkat. Di bawahnya diberi 7 macam buah, a.l. Srikaya, lambang kekayaan. Di bawah meja harus ada jambangan berisi air, rumput berwarna hijau yang melambangkan alam nan makmur. Di belakang meja ada tampah dengan garis tengah ?2 meter dan di atasnya ada tong kayu berisi sisir, timbangan, sumpit, dll. yang semuanya itu melambangkan kebaikan, kejujuran, panjang umur dan setia.
Kedua mempelai memakai pakaian upacara kebesaran Cina yang disebut baju "Pao". Mereka menuangkan teh sebagai tanda penghormatan dan memberikan kepada yang dihormati, sambil mengelilingi tampah dan berlutut serta bersujud. Upacara ini sangat sakral dan memberikan arti secara simbolik.
Ke Kelenteng 
Sesudah upacara di rumah, dilanjutkan ke Klenteng. Di sini upacara penghormatan kepada Tuhan Allah dan para leluhur. 
Penghormatan Orang tua dan Keluarga 
Kembali ke rumah diadakan penghormatan kepada kedua orang tua, keluarga, kerabat dekat. Setiap penghormatan harus dibalas dengan "ang pauw" baik berupa uang maupun emas, permata. Penghormatan dapat lama, bersujud dan bangun. Dapat juga sebentar, dengan disambut oleh yang dihormati.
Upacara Pesta Pernikahan
Selesai upacara penghormatan, pakaian kebesaran ditukar dengan pakaian "ala barat". Pesta pernikahan di hotel atau tempat lain. Usai pesta, ada upacara pengenalan mempelai pria ( Kiangsay). Mengundang kiangsay untuk makan malam, karena saat itu mempelai pria masih belum boleh menginap di rumah mempelai wanita.
Upacara sesudah pernikahan
Tiga hari sesudah menikah diadakan upacara yang terdiri dari :
Teh Pai
teh pai adalah setelah acara pernikahan dimana seluruh sanak keluarga dari keluarga suami maupun istri memberikan hadiah sebagai dasar pembangunan keluarga yang menikah, dimana dalam Teh pai ini pihak tertua biasanya memberikan petuah kepada orang akan menikah, dalam membina rumah tangga mereka.
Selesai memberi petuah mereka memberikan hadiah biasanya berbentuk perhiasan, uang, alat kebutuhan rumah tangga sebagai tanda membantu perekonomian keluarga mereka.

Acara Tea Pai (Kong Cha; biasanya juga disebut morning ceremony) biasanya diikuti oleh keluarga kedua mempelai yang sudah menikah, seperti orang tua, paman/bibi, saudara kandung, sepupu dan keponakan (yang dituakan) atau setidaknya yang sudah pernah menikah; meski karena pasangannya sudah bercerai (menjadi janda/duda), meninggal atau sakit (sampai tidak bisa ikut acaranya; jadi yang bisa ikut, duduk sendirian). Kakak-kakak dari kedua keluarga mempelai yang belum menikah tidak diperbolehkan untuk mengikuti acara Tea Pai ini. Hal ini juga berlaku sama jika ada adik-adik dari keluarga mempelai yang sudah menikah, juga tidak diperbolehkan mengikuti prosesi Tea Pai.
Dalam prosesi Tea Pai ini, sebagai urutan pertama, mempelai mempersilahkan orang yang lebih tua untuk duduk di kursi yang telah disediakan. Setelah duduk, berikan penghormatan dengan cara membungkukkan badan sambil mengepalkan kedua belah tangan. Perlu diingat, khusus untuk orang tua (papa mama) dan kakek nenek (apabila ada) sebaiknya di soja atau kui (berlutut). Mungkin pada agama tertentu yang melarang umatnya untuk berlutut atau menyembah, dapat saja menggunakan cara berdiri sambil sedikit membungkuk badan, tapi kesan penghormatan kepada orang tua jauh berkurang, karena status/derajatnya seperti disamakan dengan paman/bibi, kakak dan saudara-saudara lainnya.
Selanjutnya, seseorang (yang telah ditunjuk sebelumnya; pengiring pengantin) membawakan nampan yang berisi dua buah cangkir kecil berisi teh kepada mempelai wanita, jika keluarga yang sedang dilayani adalah keluarga dari pihak wanita. Kemudian barulah mempelai pria mengambil satu persatu cangkir dari nampan tersebut dan diberikan kepada keluarga sembari menyebutkan status orang tersebut, misalnya : Papa, Mama, dan seterusnya. Sebaliknya apabila yang dilayani adalah keluarga mempelai pria, maka yang menyuguhkan cangkir tersebut adalah mempelai wanita. Selain itu, pada umumnya untuk posisi duduk, nenek, ibu, tante ada di kanan; sedangkan kakek, papa, paman di kiri. Hal ini sesuai prinsip Nan Zuo, Ni You (Pria di kiri, Wanita di kanan).
Setelah keluarga yang dilayani selesai meminum teh yang diberikan, mempelai pria mengambil kembali cangkir tersebut satu persatu. Sebagai ucapan terima kasih keluarga terhadap pelayanan yang diberikan oleh kedua mempelai, biasanya keluarga memberikan bingkisan yang berupa uang di dalam angpao merah ataupun perhiasan. Kalau keluarga yang dilayani memberikan hadiah angpao, maka dapat langsung ditaruh di nampan atau di kantongi oleh mempelai pria, sedangkan apabila hadiah berupa kalung, cincin atau perhiasan sejenisnya, maka nampan tersebut dapat dikembalikan kepada orang yang telah ditunjuk sebelumnya lalu keluarga akan segera memasangkan perhiasan tersebut kepada mempelai.
Terkadang pada adat-adat tertentu untuk acara tea pai ini, pengantin wanita biasanya memberikan satu set handuk (handuk badan dan handuk muka) kepada orang-orang yang telah disuguhkan teh sebagai ucapan terima kasih. Ini juga realtif (bisa ada atau tidak) dan sangat bergantung pada persiapan kesepakatan acara sebelumnya. Setelah selesai, anggota keluarga yang disuguhkan teh kembali di kursinya, dan kedua mempelai memberikan salam penghormatan kembali seperti diawal acara.
Angpao pernikahan; biasanya diberikan para tamu undangan ataupun keluarga dekat mempelai
Jadi selain anggota keluarga inti, biasanya ‘hadiah’ pernikahan dapat diberikan pada waktu menulis nama di daftar hadir pada saat waktu pernikahannnya, memberikan secara langsung pada saat akan jabat tangan dengan mempelainya, atau bisa memberikan pada saat proses Tea Pai, tapi sebelum/sesudah prosesi acaranya berlangsung. Mengenai hadiah/kado pernikahan, orang-orang pada zaman dahulu biasanya memberikan kain mahal, arak (anggur) pernikahan, peralatan rumah tangga, bantal tidur, dan sebagainya. Lalu lama kelamaan berkembang, hingga di era sekarang rata-rata para tamu undangan biasanya hanya memberikan Angpao sebagai sebuah cara yang simple. Menarik memang, karena tradisi memberikan Angpao pernikahan ini juga diadopsi oleh masyarakat non Tionghoa pada pesta pernikahan mereka.
Tiga hari sesudah menikah diadakan upacara yang terdiri dari :
1. Cia Kiangsay
2. Cia Ce'em
Pada upacara menjamu mempelai pria ("Cia Kiangsay") intinya adalah memperkenalkan keluarga besar mempelai pria di rumah mempelai wanita. Mempelai pria sudah boleh tinggal bersama. Sedangkan "Cia Ce'em" di rumah mempelai pria, memperkenalkan seluruh keluarga besar mempelai wanita. Tujuh hari sesudah menikah diadakan upacara kunjungan ke rumah-rumah famili yang ada orang tuanya. Mempelai wanita memakai pakaian adat Cina yang lebih sederhana. 
Perubahan Yang Biasa Terjadi Pada Adat Upacara Pernikahan 
Ada beberapa pengaruh dari adat lain atau setempat, seperti : Mengusir setan atau mahkluk jahat dengan memakai beras kunyit yang ditabur menjelang mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita. Demikian juga dengan pemakaian sekapur sirih, dan lain-lain. 
Pengaruh agama, jelas terlihat perkembangannya : Sekalipun upacara Sembahyang Tuhan / Cio Tao telah diadakan di rumah, tetapi untuk yang beragama Kristen tetap ke Gereja dan upacara di Gereja. Perubahan makin tampak jelas, upacara di Kelenteng diganti dengan di gereja. Pengaruh pengetahuan dan teknologi, dapat dilihat dari kepraktisan upacara.Dewasa ini orang-orang lebih mementingkan kepraktisan ketimbang upacara yang berbelit-belit. Apalagi kehidupan di kota-kota besar yang telah dipengaruhi oleh teknologi canggih.Sebagai suatu pranata adat yang tumbuh dan mempengaruhi tingkah laku masyarakat yang terlibat di dalamnya, sasaran pelaksanaan adat pernikahan Tionghoa mengalami masa transisi. Hal ini ditandai dengan terpisahnya masyarakat dari adat pernikahan tersebut melalui pergeseran motif baik ke arah positif maupun negatif dan konflik dalam keluarga. 
Dewasa ini masyarakat Tionghoa lebih mementingkan kepraktisan ketimbang upacara adat. Hampir semua peraturan yang diadatkan telah dilanggar. Kebanyakan upacara pernikahan berdasarkan dari agama yang dianut.
Menyajikan Teh pada Upacara Pernikahan
Teh banyak digunakan pada perayaan-perayaan masyarakat Tionghoa, termasuk acara pernikahan, karena merupakan minuman rakyat dan menyajikan teh merupakan sebuah bentuk tanda hormat.
Biji bunga teratai yang biasanya digunakan dalam teh pada acara pernikahan memiliki maksud. Kata "teratai" dengan "tahun" memiliki bunyi yang hampir sama, meskipun artinya berbeda, sehingga orang Tionghoa percaya bahwa menaruh benda-benda itu pada teh akan membantu pasangan yang baru menikah untuk melahirkan banyak anak, sehingga orang tua kedua mempelai akan memiliki banyak cucu.
Biji teratai / Lian Zi diibaratkan sebagai Nian Zi, atau secara lengkap adalah Nian Nian You Zi, yang dapat diartikan setiap tahun memiliki anak.
Apabila terdapat tunas yang telah muncul pada biji teratai tersebut, maka jangan lupa untuk menghilangkannya karena tunas tersebut memiliki rasa yang pahit.
Menyajikan teh dengan memegang alas cangkir teh memakai kedua belah tangan adalah sebuah bentuk penghormatan.
Saat menyajikan teh, pengantin wanita berada di sebelah kanan dari pengantin pria. Secara mudahnya adalah pengantin wanita berada di sebelah kanan dari pundak kanan pengantin pria.
Contohnya adalah ketika mempersembahkan teh ke orang tua pengantin pria, maka pengantin wanita berlutut di depan ayah pengantin pria, dan pengantin pria berlutut di hadapan ibunya.
Disamping menyajikan teh kepada orang tua, mereka juga menyajikan teh kepada yang lebih tinggi tingkatannya dan yang lebih tua dengan menyebutkan tingkatan, misalnya paman pertama, bibi ketiga, kakak kedua, dan sebagainya.
Penyajian teh dilakukan secara berurutan dari anggota keluarga yang tertinggi tingkatannya.
Contoh urutannya adalah kakek dan nenek dari ayah pengantin pria, lalu kakek dan nenek dari ibu pengantin pria, orang tua pengantin pria, setelah itu kakak.
Pengantin pria dan wanita akan berlutut, sedangkan yang mendapat penghormatan akan duduk, jika tingkatan dari yang mendapat penghormatan lebih tinggi, seperti kakek, ayah, atau paman.
Sedangkan jika yang mendapat penghormatan tidak lebih tinggi tingkatannya, namun tentunya harus lebih tua, seperti kakak, maka pengantin pria dan wanita tidak perlu berlutut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar