Rabu, 05 Oktober 2016

ritual malam 1 suo



RITUAL ADAT MALAM 1 SURA DI  DESA TRAJI  KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH
Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PHI
Dosen pengampu: Drs. Slamet Sumarto, M.Pd, Citraresmi

Oleh
YENI HANIFAH
3301414024


JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Makalah  ini membahas tentang “BUDAYA ADAT 1 SURA di DESA TRAJI KABUPATEN TEMANGGGUNG yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah pangantar hukum indonesia.
kami sudah berusaha menyusun makalah ini sebaik mungkin, akan tetapi kami menyadari kesalahan , makalah  ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun berkat arahan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat diselesaikan dalam waktu yang sudah di tentukan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan dan bimbingan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca umumnya. Amiin...
Semarang, 22 Desember 2014

Penulis










DAFTAR ISI
COVER..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH.....................................................................................
C. TUJUAN...............................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN.......................................................................................................
1. PENGERTIAN......................................................................................................
2. SEJARAH.............................................................................................................
3. MATA PENCAHARIAN.....................................................................................
4. KEAGAMAAN....................................................................................................
5. BAHASA..............................................................................................................
6. PERISTIWA MENARIK.....................................................................................
7. KESENIAN...........................................................................................................
8. MAKANANUNTUK SESAJEN .........................................................................
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN.........................................................................................................
B. SARAN.................................................................................................................
 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
LAMPIRAN..............................................................................................................





















BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Adat atau kebudayaan adalah suatu kegiatan yang berlangsung secara turun temurun dan di lakukan secara terus- menerus. Masing-masing daerah terutama di daerah pedesaan masih mempunyai budaya adat yang masih kental dan dari masing-masing daerah juga mempunyai adat yang berbeda-beda. Kades Traji Hadi Waluyo mengatakan sejarah desa dinamakan Traji, yakni datangnya para pembesar Kerajaan Majapahit  yang punya kesaktian tinggi ke pedusunan. Mereka punya aji-aji. Keturunan orang sakti itu banyak yang tinggal di dusun, karenanya menjadi trah orang-orang yang punya aji-aji atau kesaktian. " Orang trah aji menjadi Traji,".  Dikatakan Parakan karena bersemayam kyai yang disebut parak atau perek. Kyai Parak pertama berasal dari Yaman dan yang kedua dari pelarian Mataram ketika Amangkurat II memerintah dan dalam struktur pemerintahan zaman Belanda tidak pernah tercantum kelurahan Parakan melankan Jetis, Klewogan dan sebagainya namun dalam susunan berikutnya menjadi daerah kawedanan masih banyak yang harus diungkap tentang parakan termasuk perhatian pemerintah hindia belanda dengan parakan karena banyak pelarian tentara diponegoro yang mengungsi di Parakan sehingga Belanda sengaja menjadikan Parakan sebagai pusat candu agar generasi mudanya rusak dan sulit untuk bergolak menentang Belanda.
Parakan pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Menoreh dengan bupati terakhir KRT. Sumodilogo yang membuat heboh dan meninggal dibunuh oleh tentara Diponegoro dimakamkan di desa Tegalrejo, Bulu, Temanggung sedang kepalanya di Selarong, Yogyakarta. Menurut catatan ada beberapa ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bermukim di Temanggung al. Kyai Shuhada.
Upacara adat malam 1 sura, digelar perangkat dan warga Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung, untuk menyambut pergantian tahun baru hijriah dan ucapan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia serta mengingatkan kesadaran warga untuk selalu menjaga sumber air. Ritual malam 1 sura yakni mempersembahkan tumpeng Robyong berisi hasil bumi, ternak dan perikanan, bagi masyarakat luas di sendang Sidukun, sumber air desa tersebut. Dalam prosesi ke sendang, diaraklah Kepala Desa dan istri yang berpakaian tradisional layaknya pengantin. Setelah berdoa yang dipimpin sesepuh desa, tumpeng lalu dibagikan pada ratusan warga yang datang. Sebagian warga percaya, sesajian itu mempunyai daya magic untuk mendatangkan rizki. Upacara adat tahunan ini mampu menghidupkan perekonomian setempat. Banyak pedagang dadakan mengais rizki. Mereka menggelar dagangan di kanan - kiri di sepanjang jalan Parakan Ngadirejo di Desa tersebut. Suasana desa menjadi hidup, tercipta pasar malam, aneka hiburan bagi anak pun ada.
B. RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian dari ritual adat malam 1 sura di Kecamatan Parakan?
2.      Bagaimana sejarah ritual adat 1 sura di Kecamatan Parakan?
3.      Apa saja yang menjadi mata pencaharian warga desa di sekitar sendang sidukun?
4.      Apa saja agama yang di anut oleh warga desa di sekitar sendang sidukun desa traji?
5.      Tempat menarik apa sajakah yang ada di sekitar sendang sidukun?
6.      Apa saja peristiwa menarik pada saat pelaksanaan ritual malam 1 sura ?
7.      Kesenian apa sajakah yang ada pada saat ritual malam 1 sura?
8.      Apa saja makanan yang dijadikan sesajen pada saat ritual 1 sura?

C. TUJUAN
1.      Mengetahui pengertian ritual malam 1 sura
2.      Mengetahui sejarah ritual adat 1 sura
3.      Mengetahui mata pencaharian warga sekitar sendang sidukun
4.      Mengetahui agama yang di anut oleh warga sekitar sendang sidukun
5.      Mengetahui tempat menarik di sekitar sendang sidukun
6.      Peristiwa menarik pada saat pelaksanaan ritual malam 1 sura
7.      Menegtahui berbagai kesenian pada saat ritual malam 1 sura
8.      Mengetahui makanan yang di jadikan sesajen ritual







BAB II
PEMBAHASAN
1.      PENGERTIAN
Ritual malam 1 syura yang dilakukan oleh masyarakat Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kab.Temanggung, yang bertujuan untuk kelestarian alam dan lingkungan dengan menguras sendang yang berukuran 9x25 meter dan kedalaman 2 meter kemudian malamnya mengkirab Lurah dan istrinya dari kediamannya menuju Sendang Sidukun untuk mengadakan ritual, lalu dilanjutkan ke Balai Desa dan disanalah diadakan pagelaran Wayang Kulit semalaman suntuk selama 7 malam.
2.      SEJARAH
Tradisi itu bermula dari kisah dalang wayang kulit bernama Garu dari Dusun Garon, Desa Traji pada masa lampau. Dia didatangi orang berpakaian bangsawan yang mengaku berasal dari Traji dan memintanya untuk mementaskan wayang kulit pada malam 1 Suro. Setelah mementaskan wayang, ternyata orang berpakaian bangsawan yang tidak diketahui namanya itu membayar sang dalang tidak dibayar dengan uang tetapi dengan kunir satu nampan. Meskipun sempat terkejut, Garu menerima pemberian kunir itu. Saat hendak pulang, Garu dipesan oleh orang itu untuk tidak menoleh sebelum tujuh langkah dari tempat itu. Tetapi Garu tidak mengindahkan pesan itu dengan hanya mengambil tiga buah kunir dan menoleh sebelum tujuh langkah. Saat menoleh ternyata orang itu sudah hilang, tempat itu berupa sendang atau kolam, dan tiga kunir berubah menjadi tiga batangan emas, Garu sadar yang minta wayang bukan sembarang orang, lalu dia pergi ke sesepuh Desa Traji dan meminta setiap Suro untuk pentas wayang di tempat itu, sampai sekarang tradisi itu terus berlangsung.
Berdasarkan catatan sejarah Nugroho Notosusanto, daerah Parakan ini adalah merupakan sima atau semacam tanah hibah pada masa Mataram Kuno. Beberapa peninggalan berupa prasasti dan candi bisa ditemui di sekitar wilayah Parakan, di antaranya Candi Gondosuli yang berada di Bulu, Temanggung.
Pada zaman perjuangan kemerdekaan, daerah ini terkenal dengan senjata bambu runcing bahkan nama bambu runcing sampai saat ini di abadikan sebagai julukan sebuah klub sepak bola kebanggaan warga kabupaten Temanggung Persitema yang berkompetisi di Liga Indonesia yakni Persitema Laskar Bambu Runcing . Salah satu tokohnya adalah K.H. Subchi yang dijuluki "Jenderal Bambu Runcing", bersama tokoh-tokoh yang lain yaitu K.H.R. Sumo Gunardo, K.H. Nawawi, K.H. M Ali, K.H. Abdurrahman, dan tokoh-tokoh lainnya seperti K.H. Mandur, Sahid Baidzowi, Ahmad Suwardi, Istachori Syam'ani Al-Khafidz dan lain-lain. Parakan juga merupakan tempat lahir tokoh perjuangan nasional Mohamad Roem, yang terkenal sebagai delegasi Indonesia dalam perundingan diplomasi Roem-Roijen.
Ritual Sendang Sidukun
Sebelum acara Sendang Sidukun, satu hari sebelumnya masyarakat menguras sendang yang berukuran 9x25 meter dengan kedalaman 2 meter, kegiatan itu dilakukan secara gotong-royong oleh warga Traji. Warga juga mengecat ulang pendapa dengan warna hijau tua dan kuning gading. Di pendapa itulah terdapat prasasti bertuliskan huruf Jawa "Angayuhsih kadarmaning Gusti kanthi manunggaling cipto " yang ada sejak dahulu. Di situ pula terdapat sumur sumber air bertuah yang mengairi sendang dan sawah penduduk setempat. Menurut juru kunci setempat, Mbah Suari (63tahun), sesaji malam sura akan diletakkan di pendapat tersebut. Sesaji berupa kepala kambing, bunga wangi, pisang raja dan buah-buahan lain, minuman kopi yang harus menggunakan wadah panci tertutup, wedang santen dan kemudian ketan bakar yang semuanya itu disebut dengan “Angsung Bulu Bekti”. Di bawah pendapa Sendang Sidukun terdapat lubang sumur yang merupakan sumber air. Sumber air inilah yang selama ini mengairi sendang dan sawah penduduk. Konon, di situlah dulu tongkat Sunan Kalijaga ditancapkan untuk mendapatkan air wudhu.  Ritual dipimpin Kepala Desa Traji dengan didampingi istrinya seperti pengantin yang mengenakan pakaian adat Jawa kebesaran kerajaan, sedangkan puluhan warga lainnya terutama para lelaki baik perangkat desa maupun warga Traji mengenakan pakaian adat Jawa gaya Yogyakarta dalam prosesi tersebut.
Prosesi dimulai sekitar pukul 18.00 (Setelah Magrib) hingga 19.00 WIB (Sebelum Isya). Mereka berjalan kaki dari balai desa menuju mata air di pinggir Jalan Raya Parakan-Ngadirejo, Kabupaten Temanggung yang berjarak sekitar 500 meter sambil mengusung dengan tandu sesaji Angsung Bulu Bekti dan Gunungan antara lain berupa kacang panjang, sawi, cabai, bawang merah, bawang putih, terong dan singkong. Di kolam dekat mata air itu ribuan orang berkumpul mengikuti pembacaan doa oleh Kades. Beberapa saat kemudian sejumlah sesaji dilemparkan ke dalam kolam diikuti puluhan orang yang menceburkan diri di dalam kolam itu untuk berebut sesaji. Ratusan orang lainnya berebut aneka sesaji dan hasil bumi di dalam gunungan di dekat mata air. Mereka juga antre mendapatkan pembagian air dari mata air tersebut yang dilakukan juru kunci Sendang Sidukun. Setelah ritual selesai, Kepala Desa beserta istrinya kembali ke Balai Desa, mereka duduk berdampingan di aula dan mendapatkan penghormatan berupa sungkeman dari seluruh perangkat desa dan warga setempat. Pada kesempatan itu mereka membagikan uang logam kepada setiap orang yang sungkem sebagai simbol berkah atas ritual tersebut. Acara kemudian dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit yang dilakukan selama tujuh malam.
Sendang Sidukun Saat ini
Sampai sekarang sumber air tersebut memengaruhi besar kecilnya debit air di empat sungai yang melintasi desa Traji, yakni Bong, Kalijogo, Puring dan Kalipanas. Mata air itu menjadi sumber penghidupan bagi para petani setempat. Jumlah penduduk setempat sekitar 3.600 jiwa atau 995 kepala keluarga. Sumber air Sendang Sidukun sampai kini diyakini mempunyai tuah untuk menyembuhkan penyakit, menyuburkan sawah, melariskan dagangan dan menjaga jabatan atau pangkat seseorang. Hal ini, dibuktikan dengan banyaknya orang dari luar kabupaten yang datang di malam 1 Suro meminta air untuk dibawa pulang. Di luar hal-hal tersebut, ritual malam 1 Sura ternyata mampu menghidupkan ekonomi warga Traji. Karena sejak sepekan lalu, di Jalan Raya Traji, Parakan , banyak pedagang setempat dan dari luar daerah yang menggelar dagangan layaknya pasar malam. Ratusan pedagang berjajar di tepi kiri dan kanan jalan menggelar aneka dagangan seperti makanan, minuman, pakaian, permainan anak, dan cendera mata lainnya. Ritual ini mempunyai maksud-maksud yang lebih ilmiah, yaitu menumbuhkan kerukunan di antara warga desa Traji yang terdiri dari berbagai agama dan kepercayaan. “Nawu sendang”, dimaksudkan sebagai usaha untuk memelihara sumber mata air agar tidak liar menjadi banjir atau malah mati menjadi kering dan harapannya kedepan tidak terjadi bencana.  
Ritual Sendang Sidukun telah berlangsung sekitar 200 tahun, setiap malam 1 Suro. Setiap orang yang menjabat kepala desa setempat, katanya, harus memimpin ritual malam 1 Suro dengan mengenakan pakaian raja dan ratu Jawa. Masyarakat hingga saat ini memercayai akan mendapatkan rezeki melimpah, dagangan laris, tanaman pertanian subur, dan mereka yang menjadi pegawai dapat bekerja secara baik setelah mengikuti ritual tersebut. Dulu pernah ada rencana untuk menghapus tradisi ini, tetapi baru rencana saja masyarakat sudah menghadapi banyak kesulitan hidup seperti gagal panen, sumber air menjadi kecil, banyak orang sakit, sehingga tradisi budaya ini terus dilestarikan. Bahwa Tradisi Satu Suro di Desa Traji Kabupaten Temanggung keterpautan antara hukum adat dan hukum Islam dalam tradisi satu suro sangatlah erat, sebab ajaran Islam telah menjadi cara pandang masyarakat terhadap tradisi lama, bahkan hukum Islam sendiri telah menjadi adat sekaligus hukum adat bagi masyarakat.

3.      MATA PENCAHARIAN
Mayoritas masyarakat di sekitar sendang sidukun Kecamatan Parakan berprofesi sebagai petani, baik tanaman pangan (padi dan jagung) maupun komoditas lain yang sempat menjadi ciri khas, yakni tembakau. Profesi mayoritas kedua di Parakan adalah sebagai pedagang yang berpusat di beberapa pasar tradisional, dan ada juga yang berprofesi sebagai tukang bangunan, seniman, dll. Sehingga pada saat upacara ritual malam 1 sura, masyarakat sekitar bisa mencari uang dengan berjualan.
4.      KEAGAMAAN
Mayoritas penduduk di sekitar sendang sidukun desa Traji beragama Islam, terbukti dengan banyaknya masjid, surau dan pesantren di daerah ini. Namun, terdapat juga wihara, kelenteng dan gereja yang membuktikan eksistensi pemeluk agama lain di kota tersebut. Toleransi antar umat beragama di Parakan relatif tinggi yang dibuktikan di antaranya dengan berbagai perayaan hari besar keagamaan yang turut dimeriahkan oleh penganut agama lainnya. Misalnya pada malam sebelum Hari Raya Idul Fitri, masyarakat mengadakan pawai obor keliling kota dan didukung dengan semarak oleh mereka yang beragama lain. Pada saat hari raya Idul Fitri pun mereka yang berlainan agama saling bersilaturahmi tanpa membedakan suku dan agama. Ada juga "Parade Kesenian Tradisional Islam" yang biasanya diadakan tiap tanggal 1 Hijriah (Tahun Baru Islam) berpusat di depan Masjid Al Barakah Bambu Runcing, Kauman, Parakan, yang dimeriahkan dengan berbagai macam unjuk kebolehan dari beberapa jenis kesenian, baik yang tradisional maupun modern yang sudah diadakan tiap tahun sejak 1995. Sebaliknya, saat Hari Raya Imlek, masyarakat bersama-sama menikmati hiburan Liong atau Barongsai dan kadang-kadang Wayang Potehi atau boneka panggung khas negeri Cina di halaman kelenteng Hok Tek Tong Parakan. Demikian pula saat hari Natal sering diadakan hiburan atau bazaar yang melibatkan masyarakat dari agama lain.
5.      BAHASA DAERAH
Mayoritas penduduk menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Penggunaan strata (Krama - Ngoko) dalam bahasa juga masih sering dipraktekkan. Dialek Jawa di kecamatan Parakan tidak jauh berbeda dengan dialek mataram yang merupakan prosentase terbesar dialek bahasa Jawa di Jawa Tengah. Meski demikian, dialek Banyumasan mulai mencampur dalam dialek Parakan. Yang paling kentara adalah penggunaan "nyong" sebagai kata ganti orang pertama tunggal, yang serupa dengan dialek Banyumasan. Beberapa kata bahkan muncul sebagai ciri dialek yang tidak dapat ditemui pada dialek bahasa Jawa lainnya. Misalnya kata "jotek" yang sinonim artinya dengan kata "emoh" (tidak mau) dalam dialek bahasa Jawa lainnya. Kata-kata khas lainnya, bahkan hampir punah antara lain:

a.       enyong = aku/ saya
b.      njo = ayo pergi
c.       arek = mau/ akan
d.      boek = kaos kaki
e.       gage / gekndang = ayo cepat / bergegas
f.       ha-njuk = lalu
g.      kambek = bersama
h.      luweh= terserah
i.        mbuh/ mberuh = tidak tahu
j.        nana/ nono = tidak ada
k.      ndais = sukurin

l.        ndak = apakah
m.    ndak iyo = apa benar
n.      rempon = ngrumpi
o.      samang (halus) = kamu
p.      saoto = soto
q.      to = to adalah akhiran kata yang ada dalam kalimat.contohnya"opo to,angel to

6.      TEMPAT MENARIK / BERSEJARAH TERDEKAT

1.      Kelenteng Hok Tek Tong yang berdiri sejak th 1840 an masih sesuai dengan aslinya walaupun sudah beberapa kali rehab 1852,1882,1940,1958.2009. Papan prasasti tersusun rapi diruangan sebelah utara bangunan utama.

2.      Kreteg Kali Galeh, Jembatan peninggalan zaman Belanda di Sungai (Kali) Galeh lama masih digunakan sebagai penyeberangan pejalan kaki. Pada masa penjajahan Belanda, jembatan tsb pernah dibumi hanguskan para pejuang untuk menghalau penjajah masuk kota.

3.      Kreteg Rel Sepur, Jembatan kereta api peninggalan zaman Belanda di sungai (Kali) Galeh, kondisi jembatan saat ini tinggal beberapa rangka saja.

4.      Masjid Al Barakah Monumen Bambu Runcing, Kauman Parakan merupakan Markas perjuangan pada masa penjajahan Belanda. Sudah beberapa kali Masjid bersejarah ini dipugar namun arah kiblat masjid hanya 8 derajat titik barat ke utara yang seharusnya 24 derajat titik barat ke utara,jadi kondisi sekarang sholat di masjid Al Barakah Kauman menghadap ke Somalia tidak ke Makkah.

5.      Monumen Stasiun Sepur, Parakan Wetan. Pada masa perjuangan kemerdekaan, stasiun ini digunakan sebagai terminal pengangkutan para pejuang (terutama dari Jawa Timur) yang akan menyepuh (memberikan kekuatan spiritual) Bambu Runcing kepada para Kyai di Parakan.

6.      Pasar Legi, Jetis Kauman.

7.      Pasar Entho, Parakan Wetan.

8.      Sendang Sidhukun atau lebih di kenal Pemandian Traji konon di sendang ini pada penjajahan belanda sering dijadikan tempat spiritual saat malam malam 1 suro oleh pejuang asli jawa.

9.      Pondok Pesantren Kyai Parak, Kauman Parakan.

10.  Pondok Pesantren Zaidatul Maarif (PPZM), Kauman Parakan, Pondok Pesantren tertua di Parakan.

7.      ACARA/ PERISTIWA MENARIK

1.      Padusan, acara mandi/ pembersihan badan bersama, dilakukan di sungai/ kolam, sehari sebelum Romadhon

2.      Parade Kesenian Tradisional Islam, setiap 1 Muharram/ Sura dipusatkan di Masjid Al Barakah Monumen Bambu Runcing.

3.      Pawai Oncor, Parade Obor disertai Takbir setiap malam lebaran (1 Syawal).

4.      Sura, Mantenan Pak Lurah/ bu Lurah, setiap 1 Muharram/ Sura dipusatkan di Pemandian Traji

5.      Nyadran, acara pembersihan di setiap Kuburan Islam, beberapa hari sebelum Romadhon, setelah selesai dilanjutkan dengan makan bersama, biasanya makan Sego Gono. Di beberapa desa di lereng Gunung Sumbing, Nyadran tersebut dilakukan dengan memberi makan nasi lengkap beserta lauk pauk kepada saudara/ family/ orang yang dihormati.

8.      MAKANAN  YANG DISAJIKAN UNTUK SESAJEN SELAIN HASIL BUMI

            Aneka roti dan kue tradisional dapat juga di jadikan sebai sesajen smpingan. Jenis sesaji selain hasil bumi antara lain:

1.      Emping Jet (Ento), sejenis emping yang terbuat dari ketela pohon, rasanya gurih.

2.      Intip pisang, terbuat dari ketan dan kelapa serta berisi buah pisang menjadikan makanan ini sebuah hidangan yang menarik dengan rasa yang kompleks antara gurih dan juga manis.

3.      Sego Gana, nasi yang dicampur dengan sayuran, parutan kelapa, ikan teri, tempe dan kadang-kadang juga ditambah kentang, jeroan dll.

4.      Gudeg Gurih, berbeda dengan gudeg yogya, gudeg di daerah ini manis tapi gurih.

5.      Sego Jagung (Nasi Jagung) yang disertai sayuran rebus dan rempeyek jagung/teri

6.      Coro Bikang, makanan kecil yang termasuk salah satu jajanan pasar yang terbuat dari telur & krim, rasanya manis

7.      Lemper, juga merupakan jajanan pasar yang terbuat dari ketan dengan daging ayam di dalamnya, disajikan dengan dibungkus daun pisang

8.      Bolu, yang berbeda dengan pengertian bolu pada umumnya. Bolu di sini berdiameter kecil (segenggaman tangan) dan dipanggang sehingga permukaannya berwarna cokelat.

9.      Wehku atau Moho, semacam bikang berwarna putih dan berasa manis.

10.  Pelok, semacam kue kering berbentuk oval yang berbahan sama dengan kue bolu.

11.  Roti Klopo kuwe kering terbuat dari tepung kelapa dan telur enak dan renyah.

12.  Cithak kue dari beras ketan yang diisi kacang hijau atau kacang tanah yang ditumbuk lalu dikukus bersamaan.

13.  Wedang Ronde wedang ronde di parakan disajikan berupa air rebusan jahe,lalu indil2 yg terbuat dari tepung beras ketan yang diisi kacang manis dan disajikan panas-panas bersama dengan emping ntho,kacang goreng,dan beberapa gorengan seperti ndhog glludug dan tempe kemul.

14.  Wolak-walik, kue bakar berbentuk bundar pipih dengan bahan dasar tepung dan pisang, dibungkus daun pisang.

15.  Kipo, kue bakar berbentuk lonjong pipih dengan bahan dasar tepung yang berisi adonan gula jawa dan kelapa, dibungkus daun pisang.

16.  Widaran kue berbenduk angka delapan yang di goreng dan di lapisi dengan gula pasir.

            Tidak hanya itu, makanan asli daerah Kabupaten Temanggung yang di jadikan sebagai tambahan sesaji pada saat upacara adat malam 1 sura antara lain:

1.      Endog Gludug, secara harafiah bisa diartikan sebagai "telur (endog) guling (gludug)". Dibuat dari ketela pohon yang dilumat, dicampur gula, garam & vanili dibentuk bulat dan digoreng, kemudian dilumuri wijen.

2.      Tempe Kemul tempe bersalut tepung yang digoreng atau semacam mendoan gaya Parakan.

3.      Tahu Cokol, atau tahu isi irisan wortel, kecambah dll.

4.      Ndas Borok /sikil krowak ketela yang ditumbuk dan dibuat bundar seperti pizza, memakai gula jawa dan taburan parutan kelapa.

5.      Rondo Sisik

6.      Ganjel Rel

7.      Semar Mendem

8.      Semporo hampir sama dengan tiwol tapi berwarna putih ada taburan kelapa dan gula jawa dibungkus pake daun pisang


















BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
            Upacara ritual yang di jalankan oleh masyarakat di desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung tersebut masih di lakukan sampai sekarang. Sesaji berupa kepala kambing, bunga wangi, pisang raja dan buah-buahan lain, minuman kopi yang harus menggunakan wadah panci tertutup, wedang santen dan kemudian ketan bakar, dan makanan yang lain. Sedangkan urutan pelaksanaannya dengan mengenakan pakaian raja dan ratu Jawa. Dalam prosesi ke sendang, diaraklah Kepala Desa dan istri yang berpakaian tradisional layaknya pengantin. Upacara adat tahunan ini mampu menghidupkan perekonomian setempat. Masyarakat desa Traji mempunyai kepercayaan jika adat tersebut tidak dilaksanakan maka masyarakat desa traji akan mengalami banyak kesulitan hidup seperti gagal panen, sumber air menjadi kecil, banyak orang sakit, sehingga tradisi ini terus dilestarikan. Setelah ritual selesai, Kepala Desa beserta istrinya kembali ke Balai Desa, mereka duduk berdampingan di aula dan mendapatkan penghormatan berupa sungkeman dari seluruh perangkat desa dan warga setempat. Pada kesempatan itu mereka membagikan uang logam kepada setiap orang yang sungkem sebagai simbol berkah atas ritual tersebut. Acara kemudian dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit yang dilakukan selama tujuh malam.

B.     SARAN
            Memberikan solusi atau saran dalam rangka penyempurnaan terhadap tradisi yang dirasa aneh atau berbeda dengan daerah-daerah lain agar tidak terjadi ketimpangan dalam hal pelaksanaan ibadah.






DAFTAR PUSTAKA
Wawancara langsung dengan narasumber



























LAMPIRAN

Description: F:\IMG_20141221_104741.jpgDescription: C:\Users\asus\Downloads\fgdv.jpg    Description: C:\Users\asus\Downloads\kjjscns.jpg  
Description: F:\IMG_20141221_104904.jpgDescription: F:\IMG_20141221_104827.jpgDescription: F:\IMG_20141221_104529.jpgDescription: F:\IMG_20141221_104453.jpgDescription: F:\IMG_20141221_104424.jpg



     
Description: F:\IMG_20141221_104854.jpgDescription: F:\IMG_20141221_105007.jpgDescription: F:\IMG_20141221_105141.jpgDescription: F:\IMG_20141221_105014.jpgDescription: F:\IMG_20141221_104009.jpgDescription: F:\IMG_20141221_104327.jpgDescription: F:\IMG_20141221_104424.jpg
   


   

   



  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar