RITUAL ADAT MALAM 1 SURA DI DESA TRAJI
KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH
Makalah
Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PHI
Dosen
pengampu: Drs. Slamet Sumarto, M.Pd, Citraresmi
Oleh
YENI HANIFAH
3301414024
JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke
hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini. Makalah ini membahas tentang
“BUDAYA ADAT 1 SURA di DESA TRAJI KABUPATEN TEMANGGGUNG yang disusun untuk
memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah pangantar hukum indonesia.
kami sudah berusaha menyusun makalah
ini sebaik mungkin, akan tetapi kami menyadari kesalahan , makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun berkat arahan, bimbingan, dan
bantuan dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat diselesaikan dalam waktu
yang sudah di tentukan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan dan bimbingan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca umumnya. Amiin...
Semarang, 22 Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
COVER..................................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. LATAR
BELAKANG........................................................................................ 1
B. RUMUSAN
MASALAH.....................................................................................
C. TUJUAN...............................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN.......................................................................................................
1. PENGERTIAN......................................................................................................
2.
SEJARAH.............................................................................................................
3.
MATA PENCAHARIAN.....................................................................................
4.
KEAGAMAAN....................................................................................................
5.
BAHASA..............................................................................................................
6.
PERISTIWA MENARIK.....................................................................................
7.
KESENIAN...........................................................................................................
8.
MAKANANUNTUK SESAJEN .........................................................................
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN.........................................................................................................
B.
SARAN.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
LAMPIRAN..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Adat atau kebudayaan adalah suatu kegiatan yang berlangsung secara
turun temurun dan di lakukan secara terus- menerus. Masing-masing daerah
terutama di daerah pedesaan masih mempunyai budaya adat yang masih kental dan
dari masing-masing daerah juga mempunyai adat yang berbeda-beda. Kades Traji
Hadi Waluyo mengatakan sejarah desa dinamakan Traji, yakni datangnya para
pembesar Kerajaan Majapahit yang punya kesaktian tinggi ke pedusunan.
Mereka punya aji-aji. Keturunan orang sakti itu banyak yang tinggal di dusun,
karenanya menjadi trah orang-orang yang punya aji-aji atau kesaktian. "
Orang trah aji menjadi Traji,". Dikatakan Parakan karena bersemayam kyai yang
disebut parak atau perek. Kyai Parak pertama berasal dari Yaman dan yang kedua dari pelarian Mataram ketika
Amangkurat II memerintah dan dalam struktur pemerintahan
zaman Belanda tidak pernah tercantum kelurahan Parakan melankan Jetis, Klewogan
dan sebagainya namun dalam susunan berikutnya menjadi daerah kawedanan masih
banyak yang harus diungkap tentang parakan termasuk perhatian pemerintah hindia
belanda dengan parakan karena banyak pelarian tentara diponegoro yang mengungsi
di Parakan sehingga Belanda sengaja menjadikan Parakan sebagai pusat candu agar
generasi mudanya rusak dan sulit untuk bergolak menentang Belanda.
Parakan pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Menoreh
dengan bupati terakhir KRT. Sumodilogo yang membuat heboh dan meninggal dibunuh
oleh tentara Diponegoro dimakamkan di desa Tegalrejo, Bulu, Temanggung sedang kepalanya di Selarong, Yogyakarta.
Menurut catatan ada beberapa ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bermukim
di Temanggung al. Kyai Shuhada.
Upacara adat malam 1 sura, digelar perangkat dan warga Desa Traji
Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung, untuk menyambut pergantian tahun baru
hijriah dan ucapan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia serta
mengingatkan kesadaran warga untuk selalu menjaga sumber air. Ritual malam 1
sura yakni mempersembahkan tumpeng Robyong berisi hasil bumi, ternak dan
perikanan, bagi masyarakat luas di sendang Sidukun, sumber air desa tersebut. Dalam
prosesi ke sendang, diaraklah Kepala Desa dan istri yang berpakaian tradisional
layaknya pengantin. Setelah berdoa yang dipimpin sesepuh desa, tumpeng lalu
dibagikan pada ratusan warga yang datang. Sebagian warga percaya, sesajian itu
mempunyai daya magic untuk mendatangkan rizki. Upacara adat tahunan ini mampu
menghidupkan perekonomian setempat. Banyak pedagang dadakan mengais rizki. Mereka
menggelar dagangan di kanan - kiri di sepanjang jalan Parakan Ngadirejo di Desa
tersebut. Suasana desa menjadi hidup, tercipta pasar malam, aneka hiburan bagi
anak pun ada.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah pengertian dari ritual adat malam
1 sura di Kecamatan Parakan?
2.
Bagaimana sejarah ritual adat 1 sura
di Kecamatan Parakan?
3.
Apa saja yang menjadi mata
pencaharian warga desa di sekitar sendang sidukun?
4.
Apa saja agama yang di anut oleh
warga desa di sekitar sendang sidukun desa traji?
5.
Tempat menarik apa sajakah yang ada di
sekitar sendang sidukun?
6.
Apa saja peristiwa menarik pada saat
pelaksanaan ritual malam 1 sura ?
7.
Kesenian apa sajakah yang ada pada
saat ritual malam 1 sura?
8.
Apa saja makanan yang dijadikan
sesajen pada saat ritual 1 sura?
C. TUJUAN
1.
Mengetahui pengertian ritual malam 1
sura
2.
Mengetahui sejarah ritual adat 1
sura
3.
Mengetahui mata pencaharian warga
sekitar sendang sidukun
4.
Mengetahui agama yang di anut oleh
warga sekitar sendang sidukun
5.
Mengetahui tempat menarik di sekitar
sendang sidukun
6.
Peristiwa menarik pada saat
pelaksanaan ritual malam 1 sura
7.
Menegtahui berbagai kesenian pada
saat ritual malam 1 sura
8.
Mengetahui makanan yang di jadikan
sesajen ritual
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Ritual malam 1 syura yang dilakukan oleh masyarakat Desa Traji, Kecamatan
Parakan, Kab.Temanggung, yang bertujuan untuk kelestarian alam dan lingkungan
dengan menguras sendang yang berukuran 9x25 meter dan kedalaman 2 meter
kemudian malamnya mengkirab Lurah dan istrinya dari kediamannya menuju Sendang
Sidukun untuk mengadakan ritual, lalu dilanjutkan ke Balai Desa dan disanalah
diadakan pagelaran Wayang Kulit semalaman suntuk selama 7 malam.
2. SEJARAH
Tradisi itu bermula dari kisah dalang wayang kulit bernama Garu dari Dusun
Garon, Desa Traji pada masa lampau. Dia didatangi orang berpakaian bangsawan
yang mengaku berasal dari Traji dan memintanya untuk mementaskan wayang kulit
pada malam 1 Suro. Setelah mementaskan wayang, ternyata orang berpakaian
bangsawan yang tidak diketahui namanya itu membayar sang dalang tidak dibayar
dengan uang tetapi dengan kunir satu nampan. Meskipun sempat terkejut, Garu
menerima pemberian kunir itu. Saat hendak pulang, Garu dipesan oleh orang itu
untuk tidak menoleh sebelum tujuh langkah dari tempat itu. Tetapi Garu tidak
mengindahkan pesan itu dengan hanya mengambil tiga buah kunir dan menoleh
sebelum tujuh langkah. Saat menoleh ternyata orang itu sudah hilang, tempat itu
berupa sendang atau kolam, dan tiga kunir berubah menjadi tiga batangan emas,
Garu sadar yang minta wayang bukan sembarang orang, lalu dia pergi ke sesepuh
Desa Traji dan meminta setiap Suro untuk pentas wayang di tempat itu, sampai
sekarang tradisi itu terus berlangsung.
Berdasarkan catatan sejarah Nugroho Notosusanto,
daerah Parakan ini adalah merupakan sima atau semacam tanah hibah pada
masa Mataram Kuno. Beberapa peninggalan
berupa prasasti dan candi bisa ditemui di sekitar wilayah Parakan, di antaranya
Candi Gondosuli
yang berada di Bulu, Temanggung.
Pada zaman perjuangan kemerdekaan, daerah ini terkenal
dengan senjata bambu runcing
bahkan nama bambu runcing
sampai saat ini di abadikan sebagai julukan sebuah klub sepak bola kebanggaan
warga kabupaten Temanggung Persitema
yang berkompetisi di Liga Indonesia
yakni Persitema
Laskar Bambu Runcing . Salah satu tokohnya adalah K.H. Subchi
yang dijuluki "Jenderal Bambu Runcing", bersama tokoh-tokoh yang lain
yaitu K.H.R. Sumo Gunardo,
K.H. Nawawi,
K.H. M Ali,
K.H. Abdurrahman,
dan tokoh-tokoh lainnya seperti K.H. Mandur, Sahid Baidzowi, Ahmad Suwardi,
Istachori Syam'ani Al-Khafidz dan lain-lain. Parakan juga merupakan tempat
lahir tokoh perjuangan nasional Mohamad Roem,
yang terkenal sebagai delegasi Indonesia dalam perundingan diplomasi Roem-Roijen.
Ritual
Sendang Sidukun
Sebelum acara Sendang Sidukun, satu hari sebelumnya masyarakat menguras
sendang yang berukuran 9x25 meter dengan kedalaman 2 meter, kegiatan itu
dilakukan secara gotong-royong oleh warga Traji. Warga juga mengecat ulang
pendapa dengan warna hijau tua dan kuning gading. Di pendapa itulah terdapat
prasasti bertuliskan huruf Jawa "Angayuhsih kadarmaning Gusti kanthi
manunggaling cipto " yang ada sejak dahulu. Di situ pula terdapat
sumur sumber air bertuah yang mengairi sendang dan sawah penduduk setempat.
Menurut juru kunci setempat, Mbah Suari (63tahun), sesaji malam sura akan
diletakkan di pendapat tersebut. Sesaji berupa kepala kambing, bunga wangi,
pisang raja dan buah-buahan lain, minuman kopi yang harus menggunakan wadah
panci tertutup, wedang santen dan kemudian ketan bakar yang semuanya itu
disebut dengan “Angsung Bulu Bekti”. Di bawah pendapa Sendang Sidukun terdapat
lubang sumur yang merupakan sumber air. Sumber air inilah yang selama ini
mengairi sendang dan sawah penduduk. Konon, di situlah dulu tongkat Sunan
Kalijaga ditancapkan untuk mendapatkan air wudhu. Ritual dipimpin Kepala Desa Traji dengan
didampingi istrinya seperti pengantin yang mengenakan pakaian adat Jawa
kebesaran kerajaan, sedangkan puluhan warga lainnya terutama para lelaki baik
perangkat desa maupun warga Traji mengenakan pakaian adat Jawa gaya Yogyakarta
dalam prosesi tersebut.
Prosesi dimulai sekitar pukul 18.00 (Setelah Magrib) hingga 19.00 WIB
(Sebelum Isya). Mereka berjalan kaki dari balai desa menuju mata air di pinggir
Jalan Raya Parakan-Ngadirejo, Kabupaten Temanggung yang berjarak sekitar 500
meter sambil mengusung dengan tandu sesaji Angsung
Bulu Bekti dan Gunungan antara
lain berupa kacang panjang, sawi, cabai, bawang merah, bawang putih, terong dan
singkong. Di kolam dekat mata air itu ribuan orang berkumpul mengikuti
pembacaan doa oleh Kades. Beberapa saat kemudian sejumlah sesaji dilemparkan ke
dalam kolam diikuti puluhan orang yang menceburkan diri di dalam kolam itu
untuk berebut sesaji. Ratusan orang lainnya berebut aneka sesaji dan hasil bumi
di dalam gunungan di dekat mata air. Mereka juga antre mendapatkan pembagian
air dari mata air tersebut yang dilakukan juru kunci Sendang Sidukun. Setelah
ritual selesai, Kepala Desa beserta istrinya kembali ke Balai Desa, mereka
duduk berdampingan di aula dan mendapatkan penghormatan berupa sungkeman dari seluruh perangkat desa
dan warga setempat. Pada kesempatan itu mereka membagikan uang logam kepada
setiap orang yang sungkem sebagai simbol berkah atas ritual tersebut. Acara kemudian
dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit yang dilakukan selama tujuh malam.
Sendang Sidukun Saat ini
Sampai sekarang sumber air tersebut memengaruhi besar kecilnya debit air di
empat sungai yang melintasi desa Traji, yakni Bong, Kalijogo, Puring dan
Kalipanas. Mata air itu menjadi sumber penghidupan bagi para petani setempat.
Jumlah penduduk setempat sekitar 3.600 jiwa atau 995 kepala keluarga. Sumber
air Sendang Sidukun sampai kini diyakini mempunyai tuah untuk menyembuhkan
penyakit, menyuburkan sawah, melariskan dagangan dan menjaga jabatan atau
pangkat seseorang. Hal ini, dibuktikan dengan banyaknya orang dari luar
kabupaten yang datang di malam 1 Suro meminta air untuk dibawa pulang. Di luar
hal-hal tersebut, ritual malam 1 Sura ternyata mampu menghidupkan ekonomi warga
Traji. Karena sejak sepekan lalu, di Jalan Raya Traji, Parakan , banyak
pedagang setempat dan dari luar daerah yang menggelar dagangan layaknya pasar
malam. Ratusan pedagang berjajar di tepi kiri dan kanan jalan menggelar aneka dagangan
seperti makanan, minuman, pakaian, permainan anak, dan cendera mata lainnya.
Ritual ini mempunyai maksud-maksud yang lebih ilmiah, yaitu menumbuhkan
kerukunan di antara warga desa Traji yang terdiri dari berbagai agama dan
kepercayaan. “Nawu sendang”, dimaksudkan sebagai usaha untuk memelihara sumber
mata air agar tidak liar menjadi banjir atau malah mati menjadi kering dan
harapannya kedepan tidak terjadi bencana.
Ritual Sendang Sidukun telah berlangsung sekitar 200 tahun, setiap malam 1
Suro. Setiap orang yang menjabat kepala desa setempat, katanya, harus memimpin
ritual malam 1 Suro dengan mengenakan pakaian raja dan ratu Jawa. Masyarakat
hingga saat ini memercayai akan mendapatkan rezeki melimpah, dagangan laris,
tanaman pertanian subur, dan mereka yang menjadi pegawai dapat bekerja secara
baik setelah mengikuti ritual tersebut. Dulu pernah ada rencana untuk menghapus
tradisi ini, tetapi baru rencana saja masyarakat sudah menghadapi banyak
kesulitan hidup seperti gagal panen, sumber air menjadi kecil, banyak orang
sakit, sehingga tradisi budaya ini terus dilestarikan. Bahwa
Tradisi Satu Suro di Desa Traji Kabupaten Temanggung keterpautan antara hukum
adat dan hukum Islam dalam tradisi satu suro sangatlah erat, sebab ajaran Islam
telah menjadi cara pandang masyarakat terhadap tradisi lama, bahkan hukum Islam
sendiri telah menjadi adat sekaligus hukum adat bagi masyarakat.
3. MATA
PENCAHARIAN
Mayoritas masyarakat di sekitar sendang sidukun
Kecamatan Parakan berprofesi sebagai petani, baik tanaman pangan (padi dan
jagung) maupun komoditas lain yang sempat menjadi ciri khas, yakni tembakau.
Profesi mayoritas kedua di Parakan adalah sebagai pedagang yang berpusat di
beberapa pasar tradisional, dan ada juga yang berprofesi sebagai tukang
bangunan, seniman,
dll. Sehingga pada saat upacara ritual malam 1 sura, masyarakat sekitar bisa
mencari uang dengan berjualan.
4.
KEAGAMAAN
Mayoritas penduduk di sekitar sendang sidukun desa
Traji beragama Islam, terbukti dengan banyaknya masjid, surau dan pesantren di
daerah ini. Namun, terdapat juga wihara, kelenteng dan gereja yang membuktikan
eksistensi pemeluk agama lain di kota tersebut. Toleransi antar umat beragama
di Parakan relatif tinggi yang dibuktikan di antaranya dengan berbagai perayaan
hari besar keagamaan yang turut dimeriahkan oleh penganut agama lainnya. Misalnya
pada malam sebelum Hari Raya Idul Fitri,
masyarakat mengadakan pawai obor keliling kota dan didukung dengan semarak oleh
mereka yang beragama lain. Pada saat hari raya Idul Fitri pun mereka yang
berlainan agama saling bersilaturahmi tanpa membedakan suku dan agama. Ada juga
"Parade Kesenian Tradisional Islam" yang biasanya diadakan tiap
tanggal 1 Hijriah (Tahun Baru Islam) berpusat di depan Masjid Al Barakah Bambu
Runcing, Kauman, Parakan, yang dimeriahkan dengan berbagai macam unjuk
kebolehan dari beberapa jenis kesenian, baik yang tradisional maupun modern
yang sudah diadakan tiap tahun sejak 1995. Sebaliknya, saat Hari Raya Imlek,
masyarakat bersama-sama menikmati hiburan Liong atau Barongsai
dan kadang-kadang Wayang Potehi atau boneka panggung khas negeri Cina
di halaman kelenteng Hok Tek Tong Parakan. Demikian pula saat hari Natal
sering diadakan hiburan atau bazaar yang melibatkan masyarakat dari
agama lain.
5.
BAHASA DAERAH
Mayoritas penduduk menggunakan bahasa Jawa sebagai
bahasa sehari-hari. Penggunaan strata (Krama - Ngoko) dalam
bahasa juga masih sering dipraktekkan. Dialek Jawa di kecamatan Parakan tidak
jauh berbeda dengan dialek mataram yang merupakan prosentase terbesar dialek
bahasa Jawa di Jawa Tengah. Meski demikian, dialek Banyumasan mulai mencampur
dalam dialek Parakan. Yang paling kentara adalah penggunaan "nyong"
sebagai kata ganti orang pertama tunggal, yang serupa dengan dialek Banyumasan.
Beberapa kata bahkan muncul sebagai ciri dialek yang tidak dapat ditemui pada
dialek bahasa Jawa lainnya. Misalnya kata "jotek" yang sinonim
artinya dengan kata "emoh" (tidak mau) dalam dialek bahasa Jawa
lainnya. Kata-kata khas lainnya, bahkan hampir punah antara lain:
a.
enyong = aku/ saya
b.
njo = ayo pergi
c.
arek = mau/ akan
d.
boek = kaos kaki
e.
gage / gekndang = ayo cepat / bergegas
f.
ha-njuk = lalu
g.
kambek = bersama
h.
luweh= terserah
i.
mbuh/ mberuh = tidak tahu
j.
nana/ nono = tidak ada
k.
ndais = sukurin
l.
ndak = apakah
m.
ndak iyo = apa benar
n.
rempon = ngrumpi
o.
samang (halus) = kamu
p. saoto = soto
q.
to = to adalah akhiran kata yang ada dalam
kalimat.contohnya"opo to,angel to
6. TEMPAT MENARIK / BERSEJARAH TERDEKAT
1. Kelenteng Hok Tek Tong yang berdiri sejak th 1840 an masih sesuai dengan aslinya walaupun sudah beberapa kali rehab 1852,1882,1940,1958.2009. Papan prasasti tersusun rapi diruangan sebelah utara bangunan utama.
2. Kreteg Kali Galeh, Jembatan peninggalan zaman Belanda di Sungai (Kali) Galeh lama masih digunakan sebagai penyeberangan pejalan kaki. Pada masa penjajahan Belanda, jembatan tsb pernah dibumi hanguskan para pejuang untuk menghalau penjajah masuk kota.
3. Kreteg Rel Sepur, Jembatan kereta api peninggalan zaman Belanda di sungai (Kali) Galeh, kondisi jembatan saat ini tinggal beberapa rangka saja.
4. Masjid Al Barakah Monumen Bambu Runcing, Kauman Parakan merupakan Markas perjuangan pada masa penjajahan Belanda. Sudah beberapa kali Masjid bersejarah ini dipugar namun arah kiblat masjid hanya 8 derajat titik barat ke utara yang seharusnya 24 derajat titik barat ke utara,jadi kondisi sekarang sholat di masjid Al Barakah Kauman menghadap ke Somalia tidak ke Makkah.
5. Monumen Stasiun Sepur, Parakan Wetan. Pada masa perjuangan kemerdekaan, stasiun ini digunakan sebagai terminal pengangkutan para pejuang (terutama dari Jawa Timur) yang akan menyepuh (memberikan kekuatan spiritual) Bambu Runcing kepada para Kyai di Parakan.
6. Pasar Legi, Jetis Kauman.
7. Pasar Entho, Parakan Wetan.
8. Sendang Sidhukun atau lebih di kenal Pemandian Traji konon di sendang ini pada penjajahan belanda sering dijadikan tempat spiritual saat malam malam 1 suro oleh pejuang asli jawa.
9. Pondok Pesantren Kyai Parak, Kauman Parakan.
10. Pondok Pesantren Zaidatul Maarif (PPZM), Kauman Parakan, Pondok Pesantren tertua di Parakan.
7. ACARA/ PERISTIWA MENARIK
1. Padusan, acara mandi/ pembersihan badan bersama, dilakukan di sungai/ kolam, sehari sebelum Romadhon
2. Parade Kesenian Tradisional Islam, setiap 1 Muharram/ Sura dipusatkan di Masjid Al Barakah Monumen Bambu Runcing.
3. Pawai Oncor, Parade Obor disertai Takbir setiap malam lebaran (1 Syawal).
4. Sura, Mantenan Pak Lurah/ bu Lurah, setiap 1 Muharram/ Sura dipusatkan di Pemandian Traji
5. Nyadran, acara pembersihan di setiap Kuburan Islam, beberapa hari sebelum Romadhon, setelah selesai dilanjutkan dengan makan bersama, biasanya makan Sego Gono. Di beberapa desa di lereng Gunung Sumbing, Nyadran tersebut dilakukan dengan memberi makan nasi lengkap beserta lauk pauk kepada saudara/ family/ orang yang dihormati.
8. MAKANAN YANG DISAJIKAN UNTUK SESAJEN SELAIN HASIL BUMI
Aneka roti dan kue tradisional dapat juga di jadikan sebai sesajen smpingan. Jenis sesaji selain hasil bumi antara lain:
1. Emping Jet (Ento), sejenis emping yang terbuat dari ketela pohon, rasanya gurih.
2. Intip pisang, terbuat dari ketan dan kelapa serta berisi buah pisang menjadikan makanan ini sebuah hidangan yang menarik dengan rasa yang kompleks antara gurih dan juga manis.
3. Sego Gana, nasi yang dicampur dengan sayuran, parutan kelapa, ikan teri, tempe dan kadang-kadang juga ditambah kentang, jeroan dll.
4. Gudeg Gurih, berbeda dengan gudeg yogya, gudeg di daerah ini manis tapi gurih.
5. Sego Jagung (Nasi Jagung) yang disertai sayuran rebus dan rempeyek jagung/teri
6. Coro Bikang, makanan kecil yang termasuk salah satu jajanan pasar yang terbuat dari telur & krim, rasanya manis
7. Lemper, juga merupakan jajanan pasar yang terbuat dari ketan dengan daging ayam di dalamnya, disajikan dengan dibungkus daun pisang
8. Bolu, yang berbeda dengan pengertian bolu pada umumnya. Bolu di sini berdiameter kecil (segenggaman tangan) dan dipanggang sehingga permukaannya berwarna cokelat.
9. Wehku atau Moho, semacam bikang berwarna putih dan berasa manis.
10. Pelok, semacam kue kering berbentuk oval yang berbahan sama dengan kue bolu.
11. Roti Klopo kuwe kering terbuat dari tepung kelapa dan telur enak dan renyah.
12. Cithak kue dari beras ketan yang diisi kacang hijau atau kacang tanah yang ditumbuk lalu dikukus bersamaan.
13. Wedang Ronde wedang ronde di parakan disajikan berupa air rebusan jahe,lalu indil2 yg terbuat dari tepung beras ketan yang diisi kacang manis dan disajikan panas-panas bersama dengan emping ntho,kacang goreng,dan beberapa gorengan seperti ndhog glludug dan tempe kemul.
14. Wolak-walik, kue bakar berbentuk bundar pipih dengan bahan dasar tepung dan pisang, dibungkus daun pisang.
15. Kipo, kue bakar berbentuk lonjong pipih dengan bahan dasar tepung yang berisi adonan gula jawa dan kelapa, dibungkus daun pisang.
16. Widaran kue berbenduk angka delapan yang di goreng dan di lapisi dengan gula pasir.
Tidak hanya itu, makanan asli daerah Kabupaten Temanggung yang di jadikan sebagai tambahan sesaji pada saat upacara adat malam 1 sura antara lain:
1. Endog Gludug, secara harafiah bisa diartikan sebagai "telur (endog) guling (gludug)". Dibuat dari ketela pohon yang dilumat, dicampur gula, garam & vanili dibentuk bulat dan digoreng, kemudian dilumuri wijen.
2. Tempe Kemul tempe bersalut tepung yang digoreng atau semacam mendoan gaya Parakan.
3. Tahu Cokol, atau tahu isi irisan wortel, kecambah dll.
4. Ndas Borok /sikil krowak ketela yang ditumbuk dan dibuat bundar seperti pizza, memakai gula jawa dan taburan parutan kelapa.
5. Rondo Sisik
6. Ganjel Rel
7. Semar Mendem
8. Semporo hampir sama dengan tiwol tapi berwarna putih ada taburan kelapa dan gula jawa dibungkus pake daun pisang
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Upacara
ritual yang di jalankan oleh masyarakat di desa Traji Kecamatan Parakan
Kabupaten Temanggung tersebut masih di lakukan sampai sekarang. Sesaji
berupa kepala kambing, bunga wangi, pisang raja dan buah-buahan lain, minuman
kopi yang harus menggunakan wadah panci tertutup, wedang santen dan kemudian
ketan bakar, dan makanan yang lain. Sedangkan urutan pelaksanaannya dengan
mengenakan pakaian raja dan ratu Jawa. Dalam prosesi ke
sendang, diaraklah Kepala Desa dan istri yang berpakaian tradisional layaknya
pengantin. Upacara adat tahunan ini mampu menghidupkan perekonomian setempat. Masyarakat
desa Traji mempunyai kepercayaan jika adat tersebut tidak dilaksanakan maka
masyarakat desa traji akan mengalami banyak kesulitan hidup seperti gagal
panen, sumber air menjadi kecil, banyak orang sakit, sehingga tradisi ini terus
dilestarikan. Setelah ritual selesai, Kepala Desa beserta istrinya
kembali ke Balai Desa, mereka duduk berdampingan di aula dan mendapatkan
penghormatan berupa sungkeman dari
seluruh perangkat desa dan warga setempat. Pada kesempatan itu mereka
membagikan uang logam kepada setiap orang yang sungkem sebagai simbol berkah
atas ritual tersebut. Acara kemudian dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit
yang dilakukan selama tujuh malam.
B.
SARAN
Memberikan
solusi atau saran dalam rangka penyempurnaan terhadap tradisi yang dirasa aneh
atau berbeda dengan daerah-daerah lain agar tidak terjadi ketimpangan dalam hal
pelaksanaan ibadah.
DAFTAR PUSTAKA
Wawancara
langsung dengan narasumber
LAMPIRAN















Tidak ada komentar:
Posting Komentar